"Wonwoo, bawa aku ke rumah sakit tempatku bekerja."
Wonwoo mengangguk dan segera mengendarai mobilnya dan membawa kami melaju di tengah jalan kota Seoul.
"Apakah itu kabar baik?"tanya Wonwoo.
Aku mengangguk.
"Aku sangat berharap itu berita baik."Wonwoo merangkul pundakku dan menuntunku pada mobil miliknya. Ia membukakan pintu untukku, setelah aku masuk ke dalam mobilnya, aku pun duduk tenang dan menatap jalanan sepi dan gelap yang ada di depanku. Wonwoo berjalan memutar dan duduk di balik kemudi sebelum akhirnya ia mulai membawa kami menyusuri jalan menuju rumah sakit tempatku bekerja.
Aku menunduk. Rasa sesal langsung memenuhi benakku. Aku menyesal karena sempat berpikir bahwa mengakhiri hidup akan menyelesaikan semua permasalahan yang ku alami. Saat itu pikiranku terlalu sempit. Aku belum melihat gambaran besar dari kehidupanku seluruhnya.
Aku beruntung, aku memiliki Wonwoo di sisiku.
"Alina."
Sebuah suara yang tak lain adalah suara Wonwoo membuyarkan lamunanku. Aku menengok padanya hingga mata kami bertatapan.
"Terlalu sakit bagiku melihatmu seperti ini."
Aku terdiam, menatap Wonwoo yang kini mengalihkan pandangan pada jalan yang ada di depannya.
"Berjanjilah padaku, jika suatu saat nanti aku tidak ada di sisimu, jika suatu saat aku sudah tidak bisa lagi menemanimu, kau harus berbahagia."
Aku mengernyit.
"Kau akan pergi?"
Wonwoo tersenyum. Ia menggelengkan kepalanya.
"Mungkin. Tetapi tidak sekarang. Karena aku yakin kau masih membutuhkan temanmu yang ceroboh ini."
Aku tersenyum samar.
"Kau adalah teman terbaik yang pernah ku temui. Sungguh."
Wonwoo terdiam. Aku mengalihkan pandangan menuju bangunan yang tersusun rapi, sebagai pemandangan yang tersaji di samping jendela mobil.
"Sahabatku yang lain ternyata menyimpan rahasia besar yang seharusnya sudah ia bagi padaku enam tahun yang lalu."
Aku menghela napas.
"Aku tidak tau bahwa ia adalah orang yang harus ku hindari."
"Kau tau, pasti ada alasan mengapa sahabatmu itu menyimpan rahasia itu darimu. Mungkin itu lebih baik daripada kau merasa kecewa."
Aku tersenyum miris.
"Ya, setidaknya ia sudah berhasil membuat kekecewaanku meledak layaknya bom waktu sekarang."
Terdengar helaan nafas dari hidung Wonwoo.
"Bolehkah aku memberimu nasihat?"
Aku mengangguk.
"Katakan saja."
"Kau selalu melihat perspektif yang sempurna dari orang lain, tetapi kau tidak pernah melihat perspektif dari dirimu sendiri dengan baik."
Setelah itu hening menguasai.
Aku hendak menyanggah kalimat yang baru saja Wonwoo tuju padaku. Namun, aku tak memiliki ide apapun. Semua yang ia katakan benar.
Aku tidak pernah melihat diriku dengan baik. Aku belum berhasil menerima diriku. Aku belum mencintaiku seutuhnya.
Seharusnya akulah yang harus aku cintai di dunia. Seharusnya aku mencintai diriku sendiri, sebelum memutuskan untuk mencintai orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Feeling [✔]jjk
Fanfiction"Sejauh manapun aku kehilangan arah, aku yakin semua jalan ini akan menuntunku kembali padamu." *** Aku baru menyadari, hidupku rumit. Penuh suka duka. Balas dendam. Kebencian. Namun, di tengah itu semua, kami masih mengharapkan akhir yang bahagia...