Dua tahun kemudian.
"Eonni, sampai kapan kau akan duduk termenung seperti itu?"
Suara itu membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke arah sumber suara, mendapati Ryujin yang kini sudah duduk di depanku dengan dua buah cangkir coklat hangat dan sepiring marshmallow. Aku tersenyum padanya dan mengambil satu dua buah untuk kumakan.
"Kau tau, akhir-akhir ini kau terlalu sering diam. Ada yang mengganggu pikiranmu?"
Terlalu banyak. Terlalu banyak sampai mungkin aku tidak bisa menceritakan semua hal yang mengganggu pikiranku.
"Kau bisa berbagi cerita denganku."
"Tentu saja,"ucapku lembut.
"Tapi sekarang bukan saat yang tepat,"lanjutku. Ryujin mengangguk paham.
Aku tersenyum seraya menatapnya.
"Mungkin kau yang harus berbagi cerita denganku. Bagaimana perkembanganmu dengan Jimin?"tanyaku.
Ia yang sedari tadi sibuk menata bunga meja sempat terkejut mendengar pertanyaanku. Sesaat kemudian, sebuah senyum menghiasi wajahnya.
"Kami baik-baik saja. Ia sudah bisa mengendalikan dirinya. Aku juga sudah tau bagaimana cara untuk menghadapi dirinya yang lain,"jawabnya.
"Syukurlah."
"Kami mungkin akan melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, karena semalam dia.. ,"ucapnya menggantung.
Aku terus menatapnya. Menunggunya menyelesaikan kalimat itu.
"Semalam dia datang ke rumahku bersama keluarganya. Kami bertunangan."
Mataku membulat begitu Ryujin menyelesaikan kalimatnya. Sesaat kemudian, aku menjabat tangannya dan mengucapkan selamat padanya dengan sedikit heboh.
"Astaga, kalian begitu cekatan, rupanya."
Ryujin tertawa kecil.
"Begitulah."
"Kau harus mengundangku ke pernikahan kalian nanti. Harus!"ucapku dengan sedikit ancaman.
Ryujin tertawa.
"Itu masih lama, eonni. Aku saja belum lulus."
Aku mengernyit dan bersedekap.
"Hei, memang menikah harus menunggu seseorang lulus kuliah dahulu? Tidak 'kan?"
Ryujin mengendikkan bahunya.
"Tetapi, akan terlalu dini bagiku untuk menikah dalam waktu dekat."
Aku mengangguk-angguk.
"Benar juga sih."
Ryujin ikut mengangguk dan kembali meminum coklat panasnya.
"Lalu, bagaimana denganmu, eonni? Kau tidak mungkin terus menerus menggantung hubunganmu dengan Wonwoo oppa, kan?"
Aku tersentak. Hampir saja cangkir coklat panas yang kupegang kehilangan keseimbangan. Aku hanya terlalu terkejut dengan pertanyaan yang diajukan gadis yang lebih muda setahun dariku ini.
"Apa yang kalian harapkan dari kami? Astaga. Kami hanya berteman,"jawabku santai.
"Kalian sudah sedekat itu selama dua tahun terakhir, akan sangat disayangkan jika ternyata kalian hanya berteman. Kau tau, siapa yang menyangka jika ternyata Wonwoo menyukaimu?"
Aku menghela nafas.
"Tidak mungkin, Ryujin-a. Dia sudah tau berbagai masalah yang kuhadapi. Dia pasti paham mengapa kami memutuskan hanya untuk berteman,"kilahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Feeling [✔]jjk
Fanfiction"Sejauh manapun aku kehilangan arah, aku yakin semua jalan ini akan menuntunku kembali padamu." *** Aku baru menyadari, hidupku rumit. Penuh suka duka. Balas dendam. Kebencian. Namun, di tengah itu semua, kami masih mengharapkan akhir yang bahagia...