Sial. Rasanya ingin sekali mengumpat tepat di depan wajah Jeon Jungkook yang membuatku memeluk diriku sendiri di bawah selimut hangat ini. Sepertinya gejala fobiaku terhadap dingin akan muncul. Pastinya, aku tidak berniat melangkahkan kaki keluar rumah barang satu langkah pun dan memilih untuk menghangatkan diri di bawah naungan selimut tebal.
Di tengah usahaku menahan rahangku yang terus menggigil, aku mengumpat lagi ketika menyadari suara pintu kamar terbuka. Terdengarlah suara langkah kaki. Tecium pula harum lilac putih khas sebagai parfum yang Jungkook gunakan. Aku bergegas memejamkan mata dan berpura-pura tidur.
"Jangan berpura-pura tidur."
Sial.
"Hei, anak gadis. Bangunlah."
Aku menggerutu kesal.
"Pergilah."
Jungkook duduk di tepi ranjang tempatku bergelung hangat ini. Ia perlahan menyibak selimut yang menutupi kepalaku, hingga aku dapat melihatnya tersenyum dengan kerlingan yang menggemaskan itu.
"Maafkan aku. Aku baru mengetahui kalau kau sebegini alergi pada dingin. Bagaimana bisa?"tanyanya sembari membelai kepalaku dan menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajahku.
Aku menggerutu dan semakin menenggelamkan diri pada bantal.
"Kita batalkan saja kencan kita hari ini. Aku akan menemanimu di rumah."
Aku yang sedikit terkejut kemudian perlahan bangun dan bersandar pada kepala ranjang.
"Apa orangtuaku akan pergi?"
Jungkook mengangguk.
"Syukurlah. Aku bisa tidur seharian hari ini,"ucapku lega dan bersiap menutup seluruh tubuhku dengan selimut hangat lagi.
"Eits!"cegah Jungkook.
"Apa lagi?"tanyaku sinis, dengan geraman yang terdengar seperti anak kecil yang kehilangan permen dari tangannya.
"Bukankah kita harus melanjutkan kencan kita?"
Aku memutar mata malas.
"Ya, kau akan membuatku mati kedinginan? Kencan sendiri saja, sana."
Jungkook memekik tak terima.
"Ya! Kencan itu tidak harus keluar dari rumah! Kita bisa menonton, main game, memasak dan lain-lain."
Aku menghela nafas.
"Kenapa 'sih kau ingin sekali benar-benar menghabiskan waktu denganku?"tanyaku kesal.
Raut wajah Jungkook berubah. Terlihat lebih sendu dan entahlah, aku melihat perbedaan yang begitu banyak saat melihat raut wajah itu.
"Karena mungkin aku tidak punya banyak waktu untuk bersamamu lagi setelah ini."
Aku mengerut.
"Maksudmu? Dengar, bicaralah yang jelas. Aku tidak suka berpikir keras hanya karena mendengar ucapan seseorang."
Kini Jungkook lah yang menghela nafas.
"Lupakan. Sekarang bangunlah dan segera susul aku di dapur,"ucapnya seraya beranjak pergi meninggalkan kamar.
Dasar aneh.
***
Aku menatap bayangan wajahku di cermin yang terpasang di atas wastafel, tepat setelah aku selesai menggosok gigi. Wajahku sedikit pucat dengan beberapa ruam merah di dekat pipi. Pertanda alergi dingin pada tubuhku mulai menunjukkan tanda-tanda kemunculannya. Tidak dapat dipungkiri lagi, kulitku memang terlalu sensitif untuk kulit seseorang yang tinggal di negara empat musim. Tetapi, aku hanya bisa menghela nafas dan mulai mengoleskan krim khusus untuk mengobati ruam kulit ini. Setelah itu, aku melangkah menuju dapur. Tercium aroma coklat yang begitu memanjakan penciumanku. Ah, sepertinya Jungkook tengah membuat coklat hangat. Tak sadar sudut bibirku terangkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Feeling [✔]jjk
Fanfiction"Sejauh manapun aku kehilangan arah, aku yakin semua jalan ini akan menuntunku kembali padamu." *** Aku baru menyadari, hidupku rumit. Penuh suka duka. Balas dendam. Kebencian. Namun, di tengah itu semua, kami masih mengharapkan akhir yang bahagia...