Aku menghembuskan nafas lega saat langkahku berhasil mencapai kamar tidurku yang terletak di lantai dua. Setelah meletakkan tas dan jaket, aku mengganti pakaianku dengan piyama. Tak lupa, lampu ruangan ku matikan. Lampu tidur pun ku nyalakan. Aku duduk di tepi ranjang dengan sprei bermotif pola geometris ini.
Setelah makan malam yang canggung itu, aku sengaja memisahkan diri dan kabur menuju kamarku. Bilang pada eomma bahwa aku sangat lelah dan ingin istirahat. Bersyukur beliau mengertiku. Meski sebenarnya bukan itu alasanku. Aku hanya ingin menghindari Jungkook. Aku ingin menjauhinya.
Beranjak dari tepi ranjang, kakiku melangkah menuju pintu balkon dan membukanya perlahan. Angin malam di akhir musim gugur menyeruak masuk dan menabrak tubuhku. Aku suka. Aku suka saat dingin menyapa kulit wajahku. Meski ditinjau dari kesehatan, angin malam bukan hal yang baik.
Aku melangkah keluar dan duduk di salah satu kursi dari satu set yang sengaja kuletakkan di balkon kamarku yang cukup luas ini. Suasana begitu tenang. Lampu jalan yang berada di depan rumah ini menyala redup. Menambah kesan tenang. Belum lagi, runguku hanya mendengar desir angin dan ranting daun yang bergesekan. Aku suka suasana seperti ini.
Aku memejamkan mata. Kakiku naik ke kursi tempatku duduk, kupeluk kedua lututku erat. Punggung yang kusandarkan di kursi empuk ini semakin rileks. Otakku berusaha menghalau pikiran-pikiran negatif yang akan semakin membebani pundakku. Suasana seperti ini adalah yang terbaik.
Sampai suara decitan pintu balkon terbuka membuatku terjaga lagi. Segera menurunkan kakiku dan menengok ke arah seseorang yang kuduga adalah eomma, tetapi-
"Sedang apa kau?"
-dugaanku salah.
Ternyata orang itu adalah Jeon-sialan -Jungkook yang dengan beraninya memasuki wilayah teritoriku. Aku menatapnya dengan mata memicing. Sedangkan dirinya hanya menanggapi wajahku dengan santai. Kenapa 'sih dia itu terkesan pongah? Itu juga merupakan salah satu alasan aku semakin membencinya.
"Seharusnya aku yang bertanya padamu, bodoh. Sedang apa kau disini?! Tidak sopan masuk kamar cewek sembarangan!"ucapku sedikit membentak.
Ia malah mengendikkan bahu dan berjalan lurus menuju pagar balkon, menyandarkan kedua tangannya di sana. Dapat kulihat dari samping, matanya beredar menikmati pemandangan kota yang sedikit tertutup pepohonan depan rumahku. Sementara aku disini sedang menggerutu kesal dan ingin sekali berteriak mengutuknya.
Tak lama kemudian, ia berbalik dan menghampiriku. Mengambil tempat duduk di sampingku, menumpangkan kaki di atas kakinya yang lain.
Dia begitu anggun.
Aku memutar bola mataku dan berusaha menghapus pikiranku yang mencoba mengakui segala kesempurnaan yang dimilikinya.
Kunaikkan kakiku kembali dan segera kupeluk erat lututku.
"Sudah puas?"tanyaku.
Jungkook mengalihkan pandangannya padaku. Keningnya segera membentuk kerutan heran.
"Apakah kau sudah puas menjadi kebanggaan kedua orangtuaku? Sudah puas karena saat ini kau seperti mengambil alih segalanya atasku? Sudah puas?"
Barulah ia paham. Ia menyeringai tipis. Sebelah tangannya ia angkat dan arahkan ke dagu. Sedikit mengelusnya dengan kesan pongah yang tak kunjung hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Feeling [✔]jjk
Fanfiction"Sejauh manapun aku kehilangan arah, aku yakin semua jalan ini akan menuntunku kembali padamu." *** Aku baru menyadari, hidupku rumit. Penuh suka duka. Balas dendam. Kebencian. Namun, di tengah itu semua, kami masih mengharapkan akhir yang bahagia...