For Us

2.3K 242 37
                                    

"Dr. Min, ada seseorang yang ingin menemuimu."

Suara Dr. Park menginterupsiku dari kegiatanku mengecek riwayat kesehatan pasien yang kutangani. Aku menoleh ke arah ambang pintu dan memberi pandangan tanda tanya. Dr. Park hanya menatapku penuh arti. Maksudku seakan matanya mengucapkan kalimat 'kau tau apa maksudku'. Aku mengernyit dan membuat catatan pada otakku agar mencubit pinggangnya jika ia berbohong. Aku pun keluar dan menghampiri Dr. Park.

"Siapa yang ingin menemuiku, Dr. Park?" tanyaku.

"Kekasihmu. Lihat," ucapnya seraya menunjuk ke arah koridor depan dengan dagunya.

Aku menatap Dr. Park kikuk. Darimana ia tau kalau Jungkook adalah kekasihku? Padahal aku sama sekali tidak pernah bercerita pada kolegaku tentang kehidupan privasiku di bidang percintaan dan sebagainya. Entahlah, dunia ini semakin mengerikan. Tunggu, mungkin ini ulah Ryujin. Anak itu. Ya, aku akan memastikan Jimin akan menghukumnya malam ini jika benar bahwa Ryujin yang mengatakan pada seluruh rumah sakit bahwa pasien yang ku tangani adalah kekasihku sendiri.

Eh, tidak. Aku tidak tega. Aku hanya bercanda.

Oke, kembali kepada realita bahwa sekarang ini aku berada tepat di depan Jeon Jungkook yang memakai sepatu besar coklat kesayangannya, maksudku, sepatunya memang terlihat sangat besar. Aku tak bisa membayangkan bagaimana rasanya tertimpuk oleh sepatu itu. Oh, ia memakai jeans hitam dan zip hoodie yang juga berwarna hitam. Ia seperti terlihat akan merampok sebuah minimarket.

"Jadi, ada apa?" tanyaku.

Jungkook melipat tangannya di depan dada.

"Kau tidak merindukanku?"

Aku memutar bola mataku.
"Kita tidur satu ranjang semalam, Jungkook."

Jungkook menatapku defensif.
"Tetap saja, aku tidak bisa melihat wajahmu. Kau menumpuk bantal tepat di tengah ranjang. Bahkan tanganku tidak bisa memelukmu."

Aku tertawa kecil.
"Hanya jaga-jaga."

Jungkook mendengus keras.
"Baiklah. Intinya. Aku..,"

Jungkook menggantung kalimatnya. Aku hanya menatap matanya yang seperti bergerak melempar pandangan ke arah lain. Aku curiga, mungkin ia bermaksud menghindari kontak mata denganku.

"Apa? Ada apa?" tanyaku tak sabar.

"Aku kemari untuk berpamitan denganmu."

Aku mengernyitkan kening.
"Berpamitan? Memangnya kau akan pergi kemana?"

"Dengar," ucap Jungkook. Kini ia menatap mataku. Aku pun terdiam menunggunya menyelesaikan kalimat.

"Kalau aku meminta izin, kau pasti akan melarangku. Jadi aku memutuskan untuk pergi. Setidaknya aku berpamitan denganmu. Bukan seperti yang kulakukan dua tahun yang lalu."

Aku menatapnya skeptis. Tanpa Jungkook memberitahuku pun, aku tau ia akan pergi kemana. Jelas, aku tak akan membiarkannya. Tidak. Bukan bermaksud aku egois karena aku adalah kekasihnya. Tetapi aku peduli padanya. Aku peduli pada kesehatannya yang belum begitu pulih.

Aku menghembus nafas kasar.
"Aku tidak bermaksud untuk melarangmu pergi, Jungkook. Hanya saja..," ucapku seraya membuka zipper hoodienya hingga ke bagian dada.

"Lihat ini," ucapku seraya menunjuk bekas jahitan di dadanya yang masih tertutup perban.

"Kau belum pulih, Jungkook. Jahitanmu belum cukup kering."

Jungkook menatapku maklum dan tersenyum. Ia menyentuh daguku dan menuntun mataku untuk menatapnya. Aku hanya terdiam. Ia tersenyum dan mencium keningku. Setelah itu kedua tangannya membingkai wajahku.

Endless Feeling [✔]jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang