Esok harinya, aku kembali beraktivitas seperti biasa. Meski banyak perubahan yang terjadi setelah semua yang Yoongi jelaskan padaku, aku berusaha untuk beradaptasi. Aku tidak tau apakah eomma mengetahui semuanya, namun lebih baik jika aku tidak pernah mengungkit masa lalu mengenai bagaimana ia mengangkat diriku sebagai seorang anak. Mungkin eomma tau sedikit mengenai insiden kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orangtuaku. Namun, sepertinya menjadikan eomma sebagai narasumber bukanlah hal yang tepat yang harus ku lakukan.
"Lina-ya. Habiskan sarapanmu, nak."
Aku mendongak. Setelah itu mengangguk kecil dan melanjutkan kegiatanku.
"Kau yakin kau baik-baik saja? Sepertinya semalam kau menangis?"
Aku menggeleng dan tersenyum. Berusaha meyakinkan eomma bahwa aku baik-baik saja melalui raut wajahku. Meski sebenarnya, tidak. Aku sangat buruk. Aku baru saja kehilangan sahabatku.
Aku baru saja kehilangan orang yang menemaniku di kala sedih maupun suka maupun duka selama enam tahun terakhir. Secara tidak langsung, aku sudah mengusirnya dari kehidupaku. Aku sepenuhnya sadar bahwa ucapanku begitu menyakiti perasaannya. Namun, amarah dan kecewa masih menyelimuti akal sehatku.
"Hari ini eomma dan appa akan menemani Yoongi. Kau ikutlah dengan kami, jadi kau tidak perlu pergi ke tempat kerjamu dengan menggunakan kendaraan umum. Jika kau sudah selesai bekerja, teleponlah salah satu dari kami, nanti appa akan menjemputmu."
Aku hanya terdiam dan melanjutkan sarapanku dengan semangat nol.
"Lina, kau mendengar apa yang ku ucapkan?"tanya eomma tiba-tiba.
Aku hampir saja tersedak makanan yang hampir ku telan. Aku tersentak dan segera mengambil segelas air mineral dan meminumnya.
"Tentu saja, eomma. Ak--aku mendengarkanmu."
Eomma memandangku lekat. Sesaat kemudian ia menghela nafas.
"Ada apa denganmu, nak?"
Aku memandang piring sarapanku dan menggeleng kecil.
"Aku baik-baik saja, sungguh.""Jika kau memiliki masalah apapun, jangan simpan hanya untuk dirimu. Masih ada orang yang mencintaimu, yang bersedia mendengarkanmu dan menbantumu."
Appa bersuara dengan bijaknya. Aku menatap pria yang sangat berwibawa itu dan tersenyum kecil. Berusaha meyakinkan mereka bahwa anak angkat mereka baik-baik saja.
"Mengapa tidak satupun kalian khawatir soal Yoongi? Bukankah dia yang seharusnya paling kalian khawatirkan?"tanyaku, namun tidak berani mengangkat kepala.
"Apa kau mencoba membedakan dirimu dengan Yoongi karena kau adalah anak angkat kami?"jawab appa dengan sebuah pertanyaan yang membuat diriku terdiam.
Di lain sisi, ekor mataku melihat eomma berusaha menghentikan appa untuk memberikan wejangan yang seperti biasa, selalu terdengar menyakitkan bagiku maupun Yoongi. Namun sepertinya beliau tidak berhasil.
"Kau adalah anak kami. Tidak peduli kandung maupun angkat. Kita sudah pernah membicarakan ini sebelumnya. Kau hanya perlu diam dan jalani profesimu dengan baik. Kau hanya perlu berusaha untuk membuktikan pada kami bahwa kau pantas berada di sini."
"Sayang, cukup,"tukas eomma, mencegah appa untuk berkata lebih jauh lagi.
"Alina."
Aku mendongakkan ke pakai untuk menatap eomma.
"Apa ini tentang Jungkook?"
Aku mendongakkan kepala dan tersenyum.
"Bukan. Aku hanya lelah karena pergantian jam kerja,"jawabku bohong. Aku tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Feeling [✔]jjk
Fanfic"Sejauh manapun aku kehilangan arah, aku yakin semua jalan ini akan menuntunku kembali padamu." *** Aku baru menyadari, hidupku rumit. Penuh suka duka. Balas dendam. Kebencian. Namun, di tengah itu semua, kami masih mengharapkan akhir yang bahagia...