Sudah seminggu sejak hari saat Jungkook pertama kali sadar dari tidur panjangnya selama dua minggu. Tubuhnya semakin pulih. Ia sudah menjadi Jungkook yang yang dulu. Banyak bicara, sesekali tertawa. Tidak banyak perubahan pada dirinya. Aku sama sekali tidak merasa melihat perbedaan yang besar meski tidak bertemu dengannya selama kurang lebih dua tahun.
"Selamat pagi," sapaku pada Jungkook yang duduk bersandar dan tengah bermain game yang tersambung pada layar televisi yang tertempel di dinding.
"Selamat pagi. Kau terlambat sepuluh menit dari peraturan yang tertera pada kode etik dokter."
Aku tertawa.
"Jadi sekarang kau menjadi penegak kedisplinan di sini?"
Jungkook mendengus. Sesaat kemudian, ia mengendikkan bahu.
"Aku tidak mau memiliki istri yang meremehkan peraturan."Aku tersenyum.
"Boleh kau letakkan stik play station itu dulu? Aku harus memeriksa kondisimu," ujarku.
Jungkook menunda permainannya. Ia meletakkan stik itu di pangkuannya. Ia menatapku.
"Seharusnya aku sudah diperbolehkan pulang. Aku sudah sehat."Aku terdiam seraya mendengarkan detak jantung Jungkook melalui stetoskop. Setelah itu, aku mencatat perkembangannya di kertas laporan.
"Akan menyalahi aturan jika aku mengizinkanmu pulang. Mungkin kau harus menjalani rawat inap satu malam lagi. Aku hanya ingin kau sudah dalam kondisi pulih saat kau keluar dari rumah sakit ini."Jungkook mengangguk. Setelah itu terdiam menatapku. Ia tersenyum.
"Ada apa?" tanyaku.
"Kau berhasil menjadi dokter yang hebat."
Aku membalas senyumnya.
"Kau berhasil menjadi aktor yang hebat," ujarku.
Kening Jungkook mengernyit.
"Aku pergi ke Amerika bukan untuk menjadi aktor, kau tau."Aku tertawa kecil.
"Maksudku kau benar-benar berhasil mengelabui diriku, membuat semua skenario kecelakaan itu, dan menyembunyikan jati dirimu sebenarnya selama dua tahun kau bersamaku."Jungkook terdiam. Aku bisa menangkap tatapan yang penuh rasa bersalah itu.
"Entah kau yang terlalu pandai menyembunyikan semuanya dariku atau aku terlalu bodoh untuk menyadari itu semua," lanjutku.
Jungkook mengambil segelas air mineral yang ada di atas nakas. Ia meminumnya hingga habis.
"Jadi, Yoongi sudah menceritakan semuanya padamu?" tanya Jungkook.Aku mengangguk.
"Hampir semuanya. Sisanya aku dapatkan informasi itu dari Ara."Jungkook sempat terbelalak.
"Jadi kau sudah tau kalau--,""Ara yang seharusnya membunuhku. Sudah. Aku sudah tau itu," tukasku.
Jungkook menundukkan kepalanya. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Aku tau ia kesulitan menjelaskan semuanya padaku sekarang, terlalu terlambat.
"Dengar, Lin. Kau boleh marah padaku. Aku mengaku ini semua salahku."Aku memutuskan untuk duduk, menghindari emosi yang aku khawatirkan akan meledak.
"Tidak apa-apa. Sekarang semuanya semakin jelas."Jungkook meraih tanganku. Ia mengecup punggung tanganku. Aku tersenyum tipis dan membelai pipinya lembut.
"Aku sangat mencintaimu, Lin. Kau tau itu."
Aku menghela nafas.
"Begitu pula denganku.""Aku melakukan semua ini bukan tanpa alasan. Aku menginggalkanmu karena terlalu berbahaya bagimu jika kau terus berada di dekatku. Bahkan sampai sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Feeling [✔]jjk
Fanfiction"Sejauh manapun aku kehilangan arah, aku yakin semua jalan ini akan menuntunku kembali padamu." *** Aku baru menyadari, hidupku rumit. Penuh suka duka. Balas dendam. Kebencian. Namun, di tengah itu semua, kami masih mengharapkan akhir yang bahagia...