00:06

598 126 32
                                    

⌂Pencuri Nasi Goreng⌂    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⌂Pencuri Nasi Goreng⌂    


Shanaya terus memandangi notes biru yang ada di tangan. Sesekali mata bulatnya menyipit sambil membolak-balikkan secarik kertas biru itu. Ia bahkan mengendus kertas tersebut. Tidak ada aroma spesial dari kertas itu. Hanya aroma kertas yang ia dapati. Naya menghela napas dan menjatuhkan dirinya ke atas tempat tidur. Sama sekali tidak ada petunjuk apapun mengenai si pengirim. Selain inisial AA itu tentunya.

Pikiran tentang anak baru memenuhi otaknya. Rangkaian petunjuk tentang si pengirim yang secara gamblang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri mengarah pada Arazka Askar. 

Bagaimana tidak? Selain ia mendapati Razka selalu memegang kertas notes warna biru di tangannya, kemarin ia juga melihat Razka sedang menggambar saat duduk di pinggir lapangan. Bahkan Naya melihat Razka mengangkat pensilnya tinggi-tinggi dan megarahkannya ke tempat Naya berdiri. Lalu tadi pagi, ia menemukan notes warna biru dengan bergambarkan dirinya.

Belum lagi menilik fakta sejak kehadiran Razka di sekolah, sejak itulah Naya mendapatkan notes tersebut. Selama empat semester ia sekolah di SMA Jaya Swara, Naya belum pernah tuh mendapat notes-notes seperti ini.

Semakin memikirkan Razka, senyum yang terukir di bibir Naya semakin melebar. Tanpa sadar ia menatap langit-langit kamarnya sambil senyum-senyum sendiri karena berfantasi tentang Razka.

***

"Gila! Ini kan baru masuk awal semester enam, masa udah disuruh ngisi angket beginian?" pekik Tisya heboh sambil bersandar di sebelah loker Naya.

Setelah menutup lokernya, Naya menghadapkan badan ke arah Tisya. Ia mengambil satu lembar kertas berukuran A4 dari tangan Tisya. Membacanya sebentar kemudian mendesah sebal.

"Lo udah tau mau masuk apa?" tanya Tisya. Naya menggeleng lemah.

Ini nih problematika anak kelas dua belas. Galau jurusan. Galau ingin melanjutkan sekolah di mana. Naya punya sih beberapa jurusan yang ia ingin masuki, tapi masalahnya semua jurusan itu adalah jurusan favorit dan pasti pesaingnya berat. Katakanlah Naya memang tidak tahu diri, dengan kemampuan otak yang pas-pasan ia malah ingin masuk jurusan favorit.

"Lo udah ada bayangan mau masuk mana?" tanya Tisya lagi.

Naya menghela napas pendek. "Ada, sih, tapi kayaknya agak mustahil."

"Mau masuk apa lo?" cecar Tisya.

"Kedokteran?" jawab Naya ragu sambil meringis.

"Alig! Sama orang sakit aja takut, sok-sokan mau masuk kedokteran," kelakar Tisya sambil geleng-geleng.

"Ya terus apa lagi coba? Teknik mesin? Ya kali."

"Farmasi?" usul Tisya. Naya menggeleng menolak usulan tersebut.

"Tapi kayaknya gue mau coba ahli gizi," ucap Naya sambil manggut-manggut. "Lo sendiri? Mau masuk apa?"

Kini giliran Tisya yang menghela napas. "Mungkin manajemen atau akuntansi."

"Katanya waktu itu mau pendidikan Fisika?" goda Naya sambil tertawa kecil.

"Ngejek lo, ya! Nilai fisika dapet empat aja gue bersyukur!" cetus Tisya sambil memasang tampang sok datar.

Naya langsung menyemburkan tawanya saat melihat reaksi Tisya. Ia kemudian merangkul Tisya dan menggiringnya menuju kantin di mana Raven dan Keisha sudah berada.

Sesampainya di kantin, Naya langsung menyemut ke antrian nasi goreng. Seperti biasa lapak Bu Yuni penuh karena murid-murid menunggu nasi goreng. Dengan kekuatan desak sana sini, Naya akhrinya bisa sampai di depan meja tinggi untuk memesan.

"Eh, pencuri nasi goreng!" celetuk seseorang di sebelah Naya. 

Naya kemudian menengok ke arah sumber suara tersebut. Didapatinya Razka dengan senyum jahil khasnya sembari memegang dua piring nasi goreng di tangan.

Naya membalas celetukan Razka dengan senyum kikuk.

"Mau makan nasi goreng?" tanya Razka sambil menyendokkan sambal ke atas salah satu piring nasi goreng yang dipegangnya. Naya mengangguk sambil terus memerhatikan kegiatan Razka.

Laki-laki di sebelahnya itu melihat sekilas ke arah Naya saat ia mengangguk. Setelahnya Razka kembali sibuk menuangkan sambal ke dalam nasi goreng. Bahkan lelaki itu menuangkan sambal kelewat banyak. Naya yang tanpa sadar keasyikan memerhatikan Razka kini bahkan sampai menopangkan kepalanya dengan tangan di atas meja. Dan oh, ia bahkan lupa untuk memesan nasi goreng seperti tujuan awalnya.

Razka mengaduk-aduk nasi goreng di piring itu supaya sambalnya tercampur. Cukup lama sampai akhirnya membuat warna nasi goreng yang tadinya kecoklatan itu kini berubah jadi agak kemerahan. Sudah bisa dibayangkan betapa pedasnya nasi goreng itu.

"Gue duluan, ya. Semoga cepet dapet nasi goreng curiannya!" seru Razka usai selesai dengan aksi jahilnya.

Tak lupa Razka juga melemparkan senyuman yang amat sangat manis di mata Naya. Oh, mungkin bukan hanya mata Naya, tapi mata anak lain pun pasti akan mengakui kalau senyuman Razka memang kelewat manis.

Masih dengan tangan yang menopang dagunya, mata Naya mengikuti ke mana arah laki-laki itu pergi keluar antrian. Meski dengan sedikit kesusahan keluar, akhirnya Razka berhasil keluar dari antrian lapak Bu Yuni dengan seruan nyelenehnya.

"Misi, misi! Air panas lewat, air panas lewat!" seru Razka supaya bisa keluar dari antrian tersebut. 

Dengan masih mengangkat dua piring nasi goreng dari lapak Bu Yuni tinggi-tinggi, laki-laki itu berjalan menuju meja kantin paling pojok di mana gerombolan perusuh berada.

Sesampainya pada area yang diduduki oleh teman sepermainannya, ia daratkan kedua piring tersebut ke atas meja. Nasi goreng kemerahan Razka sodorkan pada Dewa yang duduk di seberang.

SM : AATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang