00:15

389 72 15
                                    

⌂ Rumah Arya ⌂   

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⌂ Rumah Arya    


Hari ini sepertinya adalah hari keberuntungan Arya. Sudah sekian lama sejak ia menanti-nantikan sore ini menjadi kenyataan. Sudah ada hampir sepuluh kali Arya menyetir sambil melihat ke arah spion atasnya. 

Di sana matanya kadang bertemu dengan mata Naya yang duduk di jok belakang. Ya, dalam perjalanan menuju ke rumah Arya ini, Naya memilih untuk duduk di belakang. Meski Arya jadi malah terkesan seperti supir pribadi Naya, tapi ia tidak protes saat Naya memilih duduk di belakang. Bisa satu mobil bersama dengan Naya saja Arya sudah sangat bersyukur. Setidaknya begitu pikirnya untuk saat ini.

Arya menghentikan kerangka besinya di garasi rumah. Seperti dugaannya mobil berwarna hitam milik Bundanya sudah terparkir lebih dulu di garasi. Arya turun dari mobilnya dengan cepat berniat untuk membukakan pintu mobil bagian belakang untuk Naya. Sayang gerakannya kalah cepat, sehingga gadis itu malah sudah lebih dulu turun tanpa perlu dibukakan pintu.

Bagi Naya, ini kali pertamanya menginjakkan kaki di rumah bercat putih ini. Selama kiranya duabelas tahun satu sekolah bersama dengan Arya baru kali ini ia main ke rumah Arya. Ia mengamati rumah berlantai tiga di depannya dengan lamat.

"Baru pertama kan main ke sini?" ujar Arya sambil melihat gadis di sampingnya yang masih mengamati rumahnya.

"Menurut lo?" ketus Naya. "Kalo bukan karena Razka tetangga lo juga gue enggak bakal pernah kali main ke sini," imbuhnya.

"God bless Razka," ujar Arya. "Mau masuk apa di luar aja, nih?"

Naya hanya mengangkat dagunya untuk menjawab pertanyaan Arya tersebut.

Laki-laki bersurai hitam itu lalu berjalan masuk ke rumahnya melewati pintu yang terbuka lebar. Tak lupa ia juga mengucap salam saat masuk. Naya yang mengekor pun ikut mengucap salam saat masuk, meski dengan suara mencicit.

Di ruang tamu yang masih bernuansa putih itu, Naya berhenti sejenak. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Ia menangkap sofa hitam dan berbagai pajangan yang ditata rapih. Dinding ruangan itupun penuh dengan pajangan yang berbau kemiliteran. 

Pandangan Naya lalu bertumpu pada sebuah foto keluarga yang menggantung di dinding dekat lemari pajangan. Keluarga yang beranggotakan empat orang itu berfoto dengan senyum mengembang. Kecuali laki-laki paruh baya yang mengenakan pakaian hijau tua dan berpangkat itu. Naya menggeser pandangannya ke sebelah foto besar tersebut. Disana terdapat foto laki-laki paruh baya itu sendiri. Masih dengan topi dan lencana yang menghiasi penampilannya.

Naya meneguk ludahnya tanpa sadar. Jadi, rumor kalau Arya adalah seorang anak perwira itu benar? Jadi rumor itu bukanlah rumor tapi justru fakta?

Arya yang tersadar kalau Naya berhenti mengekornya, menengok ke arah belakang untuk melihat gadis itu. Ia dapati gadis tersebut sedang memandang ke arah gambar yang ada di dinding dengan wajah yang serius. Sebuah senyum miring tergambar di wajahnya. Arya bahkan kini sampai melipat kedua tangannya di depan dada dan menunggui Naya yang sibuk dengan pengamatannya. Ia mengamati dengan lamat apa yang Naya lakukan.

SM : AATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang