00:33

275 43 2
                                    

⌂Razka's Escape Plan⌂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⌂Razka's Escape Plan


Laki-laki itu sudah mengeluarkan mobil jeep kesayangannya dari garasi rumah. Kerangka besi miliknya sengaja ia parkirkan di pinggir jalan depan rumah untuk dipanasi mesinnya. Sekalian agar setelah mobilnya siap, ia bisa langsung berangkat. 

Memanasi mobil dan mengelap mobilnya dengan lap setengah basah. Rutinitas tersebut sepertinya sudah menjadi sesuatu yang melekat di diri Arya. Beberapa tetangganya yang lewat biasanya juga mengajak laki-laki bersurai hitam itu untuk mengobrol. Meski sekadar basa-basi. Entah mengucapkan selamat pagi, menanyakan apakah laki-laki itu bersiap untuk ke sekolah —yang jelas-jelas seharusnya tidak perlu ditanyakan lagi, bahkan sampai ada yang menanyakan kabar dari ayahnya.

Biasanya sih, kalau sudah menyinggung topik tentang ayahnya ini nanti jadi panjang percakapannya. Sampai-sampai dia juga kadang bingung untuk memutus percakapan tersebut. Sejak ayahnya dipindah tugaskan ke luar pulau Jawa yang mana artinya jarang pulang ke rumah, hal itu seolah menjadi sasaran empuk untuk memulai percakapan. Namun, untungnya pagi ini tidak ada tetangga yang menyinggung bahasan tersebut saat berbasa-basi dengannya.

Selesai mengelap kaca depan jeepnya dan menyerukan sapaan pada tetangga belakang rumahnya yang baru saja lewat naik sepeda, Arya menutup pintu mobil bagian setir. Ia biarkan mesinnya menyala sembari ia bergegas masuk ke rumah untuk mengambil tas sekolahnya dan pamit pada Bundanya. Saat berbalik untuk berjalan masuk ke rumahnya, ia mendengar namanya dipanggil oleh laki-laki.

Razka, tetangga samping rumahnya itu keluar dari area halaman depan rumahnya dan tergopoh berjalan ke arahnya. Baju sergamnya terlihat tidak rapi. Dasi sekolah yang seharusnya menjuntai belum terpasang di lehernya. Malahan laki-laki itu melingkarkan dasi sekolahnya ke tangan kirinya, seperti enggan untuk memasangnya sekarang. Tas hitam itu juga tidak disampirkan dengan sepenuhnya ke bahu. Pokoknya penampilan rapih Razka yang biasa terlihat, pagi itu sirna.

"Er, gue nebeng ya!" ujarnya saat sudah sampai di hadapan Arya.

"Tumben lo enggak rapi," komentar Arya setelah mengangguk singkat akan permintaan nebeng Razka.

"Ceritanya panjang, nanti gue ceritain pas di mobil."

Arya menautkan alisnya, "Ya udah gue ambil tas dulu di dalem, abis itu baru cabut."

Razka membalas perkataan Arya dengan anggukan. Saat tetangganya itu melesat masuk ke dalam rumah untuk mengambil tas, ia menunggunya sambil berdiri di dekat mobil jeep dengan mesin yang masih menyala tersebut.

"Babe!" seruan khas dari Alya merasuki organ pendengaran Razka. Laki-laki itu kontan menoleh ke arah sumber suara tersebut. Ia mendecak sebal dan mengumpat sesaat.

Gadis yang kini rambutnya dikepang satu tersebut menghampiri tempat Razka berdiri. Ia mengerucutkan bibirnya seolah merajuk.

"Kok lo gitu, sih? Gue kan cuma mau ikut nganter Cila sama Cilo ke sekolahan doang," rajuknya.

SM : AATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang