⌂Not Yet?⌂
Pukul enam lewat dua puluh menit sore. Deretan angka itu terpampang jelas saat Naya menyalakan layar benda petak warna putihnya. Semilir angin sore menjelang malam ia rasakan membelai tengkuknya yang tak tertutup rambut. Sudah ada dua kali cepolannya dibenarkan, terhitung semenjak ia mendudukkan diri di sofa berwarna abu-abu gelap ini. Disini lah Naya sekarang, duduk terdiam sambil memperhatikan sekeliling. Beberapa kali ia juga sempat memainkan kresek putih bercap apotek dekat sekolah yang ada di pangkuannya.
Rooftop yang ada di lantai teratas rumah Arya menjadi tujuan terakhir usai ia pergi meninggalkan Pak Jafar dan koridor ruang BK. Tadi ia langsung menyeret Arya ke arah parkiran sekolah tepat ke tempat dimana jeep abu-abu laki-laki itu terparkir. Awalnya ia berniat meminta laki-laki itu untuk mengantarnya pulang. Namun, saat Naya mendudukkan pantatnya di jok samping kemudi, permintaan itu tergantikan oleh keinginannya mampir ke apotek.
Permintaan lanjutannya malah tidak biasa lagi. Bukannya ingin langsung pulang setelah dari apotek, Naya malah secara gamblang ingin ke rumah Arya.
Momen yang sangat langka bukan? Tidak ada mendung atau gerimis bahkan badai sama sekali, di Kamis sore yang cerah ini tiba-tiba Naya ingin mampir ke rumah Arya. Rumah yang dulu sangat anti ia kunjungi. Oh, bahkan rumah yang tidak ia sangka-sangka akan ia kunjungi untuk kedua kalinya. Terlebih lagi kini alasan ia mengunjungi rumah Arya tidak didasari dengan aksi modus pada tetangga sebelahnya.
Kini perempuan itu memainkan kakinya dengan menghentak-hentak pelan. Kepalanya masih celingukan ke kanan kiri meneliti rooftop yang dihiasi bermacam-macam tanaman. Kesan menyegarkan tercetak jelas dengan penempatan tanaman di tiap sudut rooftop. Entah ada berapa pot tanaman pada bangunan persegi ini. Naya menebak lebih dari lima belas pot yang ada di sebelah kirinya. Itu pun belum termasuk dengan jumlah pot yang tersusun di rak transparan pada sisi kanan.
Setelah menunggu kiranya lima belas menit, dari arah tangga melingkar yag menjadi satu-satunya akses menuju rooftop ini terdengar derapan langkah kaki. Arya kemudian muncul dengan wajah dan rambut agak basah. Di tangannya terdapat kantong kain sebagai wadah es batu berwarna krem. Ia mendekat ke arah sofa abu-abu lalu menjejerkan diri duduk di sebelah Naya. Ada jarak yang sengaja Arya ciptakan saat menempatkan diri di samping gadis itu.
Keduanya masih diam tidak mengucapkan apapun. Atmosfer canggung tiba-tiba tercipta begitu saja. Dalam hati Arya menebak-nebak kenapa Naya jadi pendiam setelah kejadian di koridor ruang BK itu. Bahkan saat sampai Naya mendudukkan diri di samping kemudinya dan meminta untuk mampir ke apotek, mulut gadis itu masih membatasi ucapannya.
Arya bahkan sampai berpikir mungkin Naya sudah sadar bahwa menggandengnya dan duduk di jok samping mobilnya adalah sebuah kesalahan makanya ia jadi diam sekarang. Oh, atau mungkin main ke sini juga merupakan kesalahan makanya ia diam karena ingin cepat-cepat pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SM : AA
Teen Fiction❛❛Gue suka sama seseorang yang bahkan gue gatau apa warna bola matanya.❞ -SM. ❛❛Gue suka sama seseorang yang gue gatau hatinya buat siapa.❞ -AA. Naya sangat benci dipanggil dengan sebutan Shanay. Apalagi jika dipanggil dengan suara khas dari alien M...