00:36

283 35 11
                                    

⌂Ajang Pantun⌂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⌂Ajang Pantun


"Emang ga ada adabnya lo pada! Orang temen sendiri lagi kesusahan malah diketawain!" protes Zufran saat sudah kembali ke lingkaran geng Dero.

"Abisan lo kaga jelas banget! Orang tuh kalo mau bikin baper gebetan pake puisi, lo malah pake pantun. Opi Kumis lo?!" ejek Dewa.

"Mana pake bawa-bawa hiu, ditenggelamin Bu Susi lo!" ledek Dero menyebut nama salah satu menteri fenomenal yang pernah menjabat di Kementrian Perairan dan Kelautan.

"Dimakan lagi tuh babi, absolutely haram!" Kini Langit juga ikut-ikutan.

Arya menoleh ke arah Langit. "Itu angsa juga kan haram, Bambang!" sergahnya merujuk pada minuman beralkohol yang tadi menjadi taruhan.

Langit kemudian melihat ke arah laki laki di sebelah kanannya itu. Memandanginya dengan tatapan berpikir sebentar. "Oh iya... pinter juga ya lo," lanjutnya sambil menepuk bahu kiri Arya.

"Lagian cewek sok jual mahal kayak Dinda masih aja lo kejar-kejar," cibir Dero.

"Yang jual mahal lebih menantang, Bro!" balas Zufran. "Iye ga, Er?" lanjutnya sambil menaikkan sedikit alis, meminta persetujuan dari Arya.

Laki-laki yang menyandar pada loker dan sekarang sudah melipatkan tangannya di depan dada itu mengangguk sambil tersenyum tipis. Dero adalah satu-satunya orang yang menangkap senyum tipis dari Arya tersebut di situ.

"Menantang sih menantang, tapi kalo udah sampe ditolak berkali-kali dan lo masih ngejar mulu mah itu namanya lo yang ga tau diri!" komentar Dewa mencoba mewaraskan temannya tersebut.

"Anak pondok pake bergo, otak lo dipake bego!" olok Langit pada Zufran. Ia juga melemparkan pantun ala-ala untuk meniru temannya itu.

"Wah! Nantangin Opi Kumis lo, Lang!" tukas Dero menepuk pundak Langit.

"Dua tiga babi melompat, ga usah bacot lo bangsat!" sanggah Zufran pada Langit.

"Overthinking dini hari, kapan ente sadar diri?" Arya juga ikut-ikutan melayangkan pantun untuk Zufran.

"Ada jamet ngajak kuproy, lo juga ngaca oy!" protes Zufran.

"Ini lo pada kesambet Opi Kumis apa gimana dah?" dengus Dewa yang keheranan karena mendadak tempatnya bergerombol menjadi arena berbalas pantun.

"Ikan hiu makan Awkarin—"

"Udah apa udah, diem! Gue pukul juga pala bapa kau!" sahut Dewa sambil memiting leher Zufran, bahkan sebelum laki-laki itu sempat menyelesaikan pantunnya. Dewa seperti sudah dendam pada Zufran semenjak dia main pantun dari tadi. Ketiga temannya itu kemudian tertawa melihat kelakuan mereka.

Setelah melayangkan aksi candaan fisik yang khas selama beberapa menit, kegiatan tersebut harus berhenti saat Langit tiba-tiba memberi kode dengan bersiul. Bak peluit dari komandan barisan, siulan tersebut sontak mengalihkan perhatian kedua temannya. Zufran dan Dewa kemudian mengikuti arah pandangan Langit yang tertuju pada dua orang anak perempuan. Dua anak perempuan itu sedang berjalan menuju arah gerombolan mereka berada.

SM : AATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang