00:14

370 69 15
                                    

⌂What The F?⌂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⌂What The F?

Arya lagi-lagi terjebak harus ikut bergabung dengan gerombolan Dero. Laki-laki bersurai cokelat terang yang duduk di sebelahnya daritadi kerjaannya teriak-teriak tidak jelas yang mana membuat Arya kadang harus menutup telinganya. 

Ia tidak suka berada dalam situasi ini. Dalam keramaian dan duduk di sebelah Dero yang dikelilingi oleh tukang rusuh lainnya. Jujur ia lebih suka duduk sendirian dalam diam yang menenangkan bukannya disini ditemani sorak sorai penonton.

Berkali-kali ia menghela napas. Berkali-kali juga ia berharap Nuke's Cup sore ini berakhir dengan cepat. Meski kelasnya juga akan bertanding dalam liga ini, ia sama sekali tidak ada semangat untuk menonton pertandingan seperti ini kecuali jika kelasnya yang main.

Jengah melihat ke bench pemain yang mana sedang istirahat untuk pergantian babak, ia mengedarkan pandangannya ke arah tribun di seberangnya. Matanya meneliti satu persatu anak yang duduk dari deretan bawah, berharap ada gadis berambut cokelat dengan tatapan juteknya duduk diantara lautan penonton. Benar saja. Meski butuh waktu beberapa menit untuk menemukan gadis itu, Arya akhirnya dapat melihat Naya duduk di deretan nomor empat.

Pandangan mereka langsung bertemu. Naya yang tahu akan hal itu kemudian mengangkat ponselnya ke arah Arya. Maksudnya supaya lelaki itu mengecek ponsel. Sayang, bukannya langsung paham akan isyarat dari Naya, laki-laki itu malah hanya melihat ke arah Naya sambil mengerutkan kening.

Naya yang melihat tidak ada pergerakan atau respon berarti dari Arya mengerling dan menghela napas jengkel. Ia lalu mengarahkan tangannya, menunjuk-nunjuk ke arah jalan keluar. Lagi. Arya yang belum paham mengedikkan bahu. Akhirnya Naya berdiri dari duduknya dan dengan diam-diam memisahkan diri dari ketiga temannya. Ia turun dari tribun lalu keluar dari area lapangan tersebut.

Pandangan mata Arya mengikuti gerak-gerik Naya. Saat gadis itu turun dari tribun dengan reflek ia lalu berdiri dari duduknya. Dengan sedikit mengendap, Arya memisahkan diri dari lautan penonton. Tanpa pamit pada geng rusuh yang bersamanya, ia langsung melesat turun dari tribun dan keluar dari lapangan tersebut berniat menyusul Naya.

Naya berkali-kali mendecak di depan ponselnya. Ini sudah ketiga kalinya ia mengecek ponsel dan sama sekali belum menemukan balasan pesan satupun dari Arya. Kini gadis itu tengah berdiri di koridor loker yang sepi. Mungkin karena semua anak sekarang terfokus pada area timur dimana sedang ada perhelatan sepak bola makanya koridor ini lengang.

Ia menyandarkan diri pada tembok tepat di sebelah persimpangan koridor dengan tas yang kini ia taruh di bawah kakinya. Lagi. Naya membuka lockscreen ponselnya. Sebuah inisiatif untuk menelpon Asthmatic Boy itu tiba-tiba terlintas. 

Namun, sepernano detik berikutnya ia menggeleng. Dalam benaknya ada gengsi yang masih membara jika harus dekat-dekat dengan Arya. Apalagi untuk menelpon. Bahkan tadi saja sebenarnya gengsi untuk nge-chat duluan ke Arya. Untungnya belum sempat ia melaksanakan inisiatifnya itu, Naya melihat laki-laki yang ditunggunya berjalan menyusuri koridor loker.

SM : AATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang