00:42

295 39 9
                                    

⌂Awal Kedekatan⌂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⌂Awal Kedekatan


Sorot lampu dari jeep abu-abu Arya membelah jalanan komplek perumahan Naya yang remang-remang. Jam sembilan lewat lima belas malam, mobil yang ditunggangi keduanya sampai di depan rumah dengan gerbang putih. Saat kerangka besi itu sudah berhenti, gadis yang rambutnya kini sudah tergerai tersebut kemudian berpamitan singkat pada si pengemudi.

Baru beberapa langkah setelah menutup pintu jeep abu-abu, dirinya dipanggil oleh si pengemudi tadi. Kini Arya turun dari mobilnya. Membiarkan mesin kerangka besinya meraung hidup. Ia berjalan melewati lampu sorot yang menyilaukan itu untuk sampai ke hadapan Naya.

"Shanay," panggil Arya lagi saat sudah berdiri di depan Naya.

Naya dongakkan sedikit kepalanya untuk melihat laki-laki yang lebih tinggi darinya tersebut, "Kenapa lagi?" herannya.

"Enggak... Gue... Ada sedikit yang mau gue omongin," kata Arya agak tergagap. Naya diam menanti lanjutan perkataan laki-laki di depannya ini.

"Gue mau minta maaf sama lo," cetus Arya kemudian.

Kerutan kembali mewarnai dahi Naya, "Minta maaf buat?"

Tatapan mata Arya yang tadinya tidak terfokus, kini sepenuhnya tertuju pada Naya. Dari pendaran disana, tersirat jelas ada rasa bersalah yang Naya pun tidak tahu maksudnya apa.

"Maaf gara-gara Arya, Shanay jadi ditampar sama Langit waktu itu. Maaf gara-gara Arya, Shanay harus masuk ambulans yang bikin Shanay takut. Maaf gara-gara Arya, Shanay kemarin jadi marah-marah di depan Razka." ujar Arya. Ia kemudian menundukkan wajahnya sedikit.

Rentetan permintaan maaf dari Arya tersebut tak elak membuat Naya tergugu. Mendengarnya membuat hati Naya mencelos. Dalam dirinya bergejolak rasa tak suka mendengar permintaan maaf tersebut. Ia tidak tahu kenapa, padahal biasanya Naya tidak pernah merasa hal seperti ini pada Arya sebelumnya. Maksudnya, Naya terbiasa tidak mempedulikan permintaan maaf yang keluar dari mulut Arya. Namun, kali ini berbeda, ia menjadi peduli dengan permintaan maaf tersebut dan bahkan merasa tak enak hati mendengarnya. Sungguh aneh.

"Gue ga suka denger lo minta maaf," tandas Naya. "Apalagi minta maaf buat hal yang bukan salah lo," lanjutnya. Kini kedua tangannya sudah bersidekap dada.

Arya mengangkat kepalanya untuk kembali buka suara, "Tapi—"

"Dari ketiga permintaan maaf lo, yang beneran kesalahan lo itu cuma yang terakhir. Lainnya itu bukan salah lo, dan lo ga perlu minta maaf buat sesuatu yang ga bisa lo cegah biar ga kejadian," sela Naya.

"Ah! Gue emang sempet jengkel sih soal ambulans itu, tapi sekarang udah ga. Lagian gue harus jengkel ke siapa? Ke lo? Lo sendiri juga kan ga mungkin mau sakit sampe dibawa ambulans," cerocos Naya lagi. "Jadi udah deh lupain aja!" sambungnya sambil mengibaskan tangan. Kibasan tersebut seolah mengusir memori buruk saat dirinya terjebak di ambulans agar menyingkir.

SM : AATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang