Part 10b: Try

10.8K 1.3K 76
                                    

Mereka berpisah di elevator, kamar Reefa terletak di lantai yang lebih rendah. Dimitri tersenyum lebar dan melambaikan tangannya pada Reefa. Laki-laki itu mengerjap dan menatapnya lembut.

Reefa menahan napasnya, baru kali ini Dimitri melihatnya dengan cara yang sangat berbeda. Kemudian pintu elevator tertutup. Reefa merasa wajahnya panas dan ia segera berjalan menuju kamarnya dengan kantong plastik yang memenuhi kedua tangannya.

Sesampainya di kamar, Reefa tanpa sengaja melihat wajahnya sendiri dan ia menyadari wajahnya memerah. Reefa menggelengkan kepala, merasa bodoh dengan semua sikapnya, bertanya-tanya apakah Dimitri sempat melihat perubahan warna wajahnya.

Tetapi pikiran Reefa terdistraksi suara ponsel. Reefa mengambil ponsel dan ternyata kekasihnya, Adith, yang menghubunginya.

'Halo, Sayang... sudah mendarat di Jogja?'

Suara Adith membuat Reefa tersenyum, tunangannya selalu membuat ia merasa nyaman.

'Udah dari tadi. Aku sudah sempat belanja dulu di Beringharjo.'

'Wah... aku dibeliin apa nih, Sayang?'

'Kemeja batik lengan pendek, maunya kamu kan itu, Dith?'

'Iya. Tapi kamu belanja sendirian tadi?'

Hati Reefa sedikit mencelos, apa ia harus jujur atau berbohong?

'Pasti sendirian, ya? Gak mungkin seorang direktur mau diajak berbelanja denganmu di pasar tradisional yang panas dan sumpek.'

Reefa tidak menjawab. Di ujung sana ia mendengar Adith terkekeh dan tidak mencurigainya sama sekali. Reefa bersyukur Adith tidak menanyakan hal-hal lain yang berkaitan dengan acara belanjanya dengan Dimitri tadi.

Satu hal yang Reefa syukuri kembali, bahwa Adith tidak pernah menyadari bahwa atasannya, Dimitri, adalah orang yang pernah ia temui di brasserie serta di drop-off kantor dan juga yang sekarang melakukan perjalanan dinas dengan tunangannya.

***
Setelah mandi dan memakai piyama, Reefa membaringkan dirinya di tempat tidur lalu membaca buku fiksi yang sengaja ia bawa dari Jakarta. Kali ini, telpon kamar hotelnya berdering dan Reefa menebak bahwa Dimitri yang menghubunginya. Reefa sedikit malas mengangkat benda yang berisik itu tapi mau tidak mau ia harus melakukannya.

'Halo Reefa. Segera ke kamar saya, 1206. Bawa notebookmu.'

Yang benar saja! Ini sudah pukul 9 malam.

'Bisa kita kerjakan besok, Pak? Sudah sedikit larut malam.'

'Harus sekarang. Besok kita mendapat giliran presentasi pertama kali. Dan tidak ada yang bisa menjamin pekerjaan yang diselesaikan terburu-buru akan bagus hasilnya."

KLIK.

Sial!

Dimitri menutup telpon tanpa basa-basi dan meninggalkan Reefa dengan hati yang dongkol. Gadis itu segera memakai jaket untuk menutupi piyama yang ia pakai karena ia malas mengganti baju. Dan ia kembali merutuk karena lupa memberitahu Dimitri bahwa ia tidak membawa notebook. Gadis itu tidak mengira bahwa presentasi yang ia kerjakan akan dikoreksi, ia menganggap apa yang ia kerjakan sudah sempurna.

***

Reefa mengetuk pintu kamar Dimitri tak berapa lama laki-laki itu membuka dan membuat jantung Reefa hampir melompat.

Dimitri hanya mengenakan handuk yang ia kenakan asal-asalan di pinggangnya. Rambut laki-laki itupun masih basah dan tetesan air jatuh di kening dan pundaknya yang bidang.

Reefa mematung melihat penampilan atasannya.

"Ayo masuk, Reefa. Kita harus cepat. Saya juga tidak ingin begadang hanya untuk menyelesaikan presentasi ini."

A Perfect LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang