Part 21a: The Choice

8.2K 1.1K 119
                                        

Dimitri masih menggenggam tangan Reefa, ia hanya diam dan mengamati gadis itu. Dimitri mengerti bahwa Reefa tidak butuh nasihat dari siapapun saat ini, ia hanya ingin ditemani ketika memikirkan segala yang terjadi, ibunya yang mengingat kembali dan juga apa yang telah terjadi di antara mereka selama ini.

"Dimka..." Reefa menarik napasnya dengan berat, matanya masih tertuju ke lantai kafe.

Pelayan mengantarkan kopi panas pesanan Dimitri dan green tea latte milik Reefa. Pelayan itu melirik dengan rasa ingin tahu karena aura di antara pasangan ini terlihat suram. Dimitri tersenyum mengucapkan terima kasih pada pelayan dan meminta agar mereka tidak diganggu.

"Ya?" Dimitri meremas tangan Reefa lembut, berusaha memberi kekuatan pada Reefa.

"Kamu masih ingin menikahiku dengan semua masalah yang ada pada diriku?" tanya Reefa, matanya menatap Dimitri dengan hampa. Reefa tidak berharap banyak dengan Dimitri, ia menyadari jalan yang akan mereka lalui jika mempertahankan rencana pernikahan akan banyak rintangan yang harus dilalui. Dan Dimitri bukanlah laki-laki biasa saja, ia bisa mendapatkan wanita yang bisa mencintainya dan tanpa masalah seperti dirinya.

Dimitri mengangguk, ia hanya menggengam jemari Reefa makin erat, membelai cincin berlian yang ia berikan tadi pagi.

Begitu cepat kebahagiaannya menguap, seperti langit cerah yang tersapu badai..

"Jawab, Dimka. Aku butuh kata-kata kepastianmu." Reefa menuntut dengan kasar tapi suara gadis itu terdengar menyedihkan.

"Aku masih ingin menikahimu, Reefa. Kalau kamu menginginkan sekarang pun bisa aku laksanakan." Dimitri berkata tegas, matanya menatap lembut gadis itu.

"Kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan, Dimka? Kamu ingin menikahiku. Menikahiku artinya kamu mengundang sejumlah masalah di dalam hidupmu yang sudah sempurna. Pertama, Ibuku yang masih sakit mentalnya tidak akan pernah menerimamu. Dokter mengatakan kalau kita harus menjaga perasaan Ibu supaya dia tidak mengamuk lagi. Itu artinya kita tidak bisa mengambil hati ibu saat ini. Kedua, kita masih bekerja di tempat yang sama, salah satu dari kita harus mengundurkan diri. Kamu tahu sendiri, pengunduran diri tidaklah secepat itu, paling tidak satu bulan sebelumnya, sedangkan kamu ingin menikahiku sesegera mungkin."

Dimitri tersenyum mendengar semua alasan Reefa. Calon istrinya memang sangat rapuh saat ini karena moodnya terlihat berubah dengan cepat.

"Reefa, aku tidak pernah menganggapmu sebuah masalah."

"Oh, Dimka..." Reefa mengembuskan napasnya kembali, mengapa laki-laki ini masih tidak mengerti dengan semua yang akan mereka hadapi. "Jadi, apa yang bisa kita lakukan? It's useless, hubungan kita tidak akan pernah berhasil," lanjut Reefa kembali dengan apatis.

"Kita menikah secara siri, Reefa."

Jawaban Dimitri membuat Reefa menganga, ia tidak pernah mengira laki-laki itu menawarkan pernikahan yang tidak sah secara hukum negara kepadanya.

***

Dimitri tahu Reefa marah besar, setelah ia memberi opsi pernikahan siri pada gadis itu. Sepanjang perjalanan pulang, Reefa tidak bicara sedikitpun di dalam mobil

Bukan karena dia tidak menghargai Reefa, alasan ia mengajukan pernikahan yang sebenarnya cacat di mata negara. Bagi Dimitri itu adalah pilihan yang paling baik. Ia juga tidak bersikap munafik dan membenarkan langkah itu diambilnya karena ia takut tidak bisa menahan hasratnya pada Reefa. Di samping itu juga peraturan kantor mereka juga memaksa Dimitri untuk mengambil keputusan meminta Reefa menikahinya secara siri. Mengenai ibu Reefa, Dimitri bersedia untuk tidak dianggap sebagai menantu dan tidak diperkenalkan secara resmi pada orangtuanya. Dimitri menganggap mereka -khususnya dirinya- bisa meluluh hatikan ibu Reefa di sepanjang pernikahan mereka berjalan kelak. Dimitri juga menjanjikan pada Reefa untuk segera menikah dengan resmi begitu setelah surat pengunduran resmi gadis itu keluar.

A Perfect LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang