Part 11b: Higher

9.4K 1.2K 116
                                    

"Coba lihat, Dimitri, dia cantik bukan?" Arif Grahito Raffardhan, sang pimpinan cabang, memberikan ponselnya pada Dimitri, supervisor operasionalnya di sela-sela jam waktu istirahat mereka yang dihabiskan tetap di ruang kerja, mengejar deadline.

Dimitri mengambil ponsel itu, ia memandang layarnya. Foto seorang gadis kecil yang tersenyum manis memamerkan piala.

Memang cantik, lima tahun lagi dia akan menjadi gadis remaja yang menarik...

Laki-laki muda itu mengangguk dan mengembalikan ponselnya pada atasannya. "Cantik dan terlihat cerdas."

Arif tersenyum bangga lalu berseloroh,"Reefa juara di olimpiade matematika SD tingkat kotamadya."

Dimitri menggangguk dan menunjukkan rasa kagumnya pada atasannya kembali. "Tentunya Anda sangat bangga, bukan?"

Anggukan jumawa dilemparkannya kembali pada Dimitri, Arif tertawa kecil.

"Dimitri, tahukah kamu pertama kali melihatmu, aku sangat menyukaimu. Aku suka kecerdasanmu, sikap santunmu dan semangat untuk maju yang kamu tunjukkan."

Dimitri tersenyum mendengar atasannya memujinya.

"Pemuda tampan dengan semua kelebihan yang ada. Dalam pikiranku inilah calon menantu idaman."

Kali ini Dimitri benar-benar tertawa mendengar kata-kata Arif.

Tatapan tajam dilemparkan Arif dan membuat laki-laki itu menghentikan tawanya.

"Aku serius, Dimitri. Andai Reefa hanya terpaut beberapa tahun darimu, aku yang akan melamarmu untuk dia."

"Anda pintar sekali bercanda," ucap Dimitri ringan.

Laki-laki berusia 40 tahun itu menggeleng, ia mendekati Dimitri. "Tidak, aku tidak main-main dengan ucapanku." Ia menepuk pundak Dimitri dan berbisik.

"Apabila sesuatu terjadi padaku... lindungi Reefa, Dimitri."

***

Suara alarm membangunkan Dimitri, laki-laki segera bangun dan terduduk di ranjangnya. Ia bermimpi lagi tentang Arif Grahito Raffardhan, mantan atasannya. Dimitri menoleh ke sebelah dan melihat Reefa masih terlelap. Bekas air mata masih terlihat jelas di pipi gadis itu. Dimitri menghela napasnya, lalu dengan lembut ia menyentuh pipi Reefa. Sentuhan seringan itupun masih membuat tubuhnya menggelenyar mendamba.

"Bangun, Reefa. Hari sudah pagi."

Reefa menggeliat, matanya yang mengerjap berubah membesar ketika menyadari kehadiran Dimitri. Ia langsung bangun, terduduk di ranjang dan menggenggam selimut di dadanya erat.

"Astaga."

Semua yang terjadi tadi malam yang berkelebat dalam benak Reefa, apa yang hampir mereka lakukan, lamaran Dimitri yang mengejutkan hingga tangisan dirinya karena merasa begitu hina.

"Berpakaianlah. Aku tidak akan mengintip." Dimitri segera keluar dari kamar tidur dan menunggu Reefa mengenakan pakaian. Malam tadi, ia hampir tidak tidur semalaman dan hanya sempat terlelap menjelang fajar.

Pintu kamar tidur terbuka, Reefa telah berpakaian lengkap. Ia masih terlihat bingung, takut, sekaligus menjaga jarak dengan Dimitri. Matanya mengawasi gerak-gerik Dimitri dengan tajam dan juga tubuhnya terlihat kaku.

Dimitri mendesah, ia tahu dan mengerti ia telah membuat kesalahan besar tadi malam. Tapi ia tidak mengira Reefa akan bersikap sedingin ini.

"Mau kembali ke kamarmu?" tanya Dimitri ramah.

A Perfect LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang