Part 10: Try

11.4K 1.4K 99
                                    

Dimitri duduk di salah satu kursi di antara sekian banyak kursi yang kosong di executive lounge salah satu penerbangan lokal yang disediakan untuk penumpang kelas bisnis. Ia mengambil kursi sudut yang tersembunyi karena ia membutuhkan privasi saat ini. Sambil membaca bahan yang akan ia presentasikan, mata Dimitri terus melirik ponselnya yang terletak di atas meja. Keningnya berkerut, mengapa Reefa belum memberi kabar, apa gadis itu membatalkan penerbangannya di saat-saat terakhir? Dimitri berjanji akan memberikan SP apabila Reefa melakukan hal itu.

Kemudian, ponselnya berdering dan layarnya menyala, sebuah pesan singkat masuk. Dimitri memastikan bahwa pesan itu berasal dari Reefa.

Reefa: Bapak di mana? Saya sudah mengelilingi gate 3 dan saya tidak melihat Bapak.

Dimitri tersenyum, gadis yang sangat lugu. Pasti dia mengabaikan informasi dari petugas check-in yang memberitahukan padanya kalau tiketnya telah diupgrade ke kelas bisnis. Dimitri segera mengetik pesan balasan

Dimitri: Saya di lounge executive, Young Lady. Temui saya di sini.

Reefa: Apa? Saya di economy class, Pak. Tidak boleh masuk ke sana.

Dimitri tersenyum geli, benar apa yang telah ia perkirakan.

Dimitri: Baca kembali tiketmu yang telah dikirimkan melalui email.

Tak lama kemudian, sang gadis yang telah ditunggu-tunggu berdiri di depan Dimitri dengan tampang cemberut. Lalu ia meletakkan koper bututnya dan menghempaskan tubuhnya ke sofa, nafas Reefa masih terengah-engah, karena ia berlari menuju ruangan ini.

"Capek?" Dimitri melirik sekilas, menahan tawa lalu berpura-pura sibuk dengan bacaannya.

"Banget. Terminal 3 ini luas sekali, Pak, lalu kenapa saya diupgrade ke kelas bisnis? Bukankan jatah saya hanya di kelas ekonomi?"

Dimitri hanya diam dan tersenyum, pura-pura tidak mendengar.

"Pak Dimitri, saya tidak mau uang gaji saya dipotong hanya karena ini," ucap gadis itu sambil bersungut-sungut.

Dimitri meletakkan PDAnya, tersenyum pada Reefa.

"Jangan khawatir. Upgrade ditawarkan gratis karena perusahaan kita pelanggan setia maskapai ini."

Senyum semringah terkembang di wajah Reefa, ia mengucapkan terima kasih pada Dimitri. Lalu ia berjalan menuju buffet mengambil minuman dan makanan yang telah disediakan khusus untuk penumpang kelas bisnis. Dimitri hanya mengamati Reefa dari jauh, menimbang-nimbang apakah suatu saat apakah ia akan menceritakan bahwa sebetulnya upgrade kelas ia lakukan dengan uang dari kantongnya sendiri. Dimitri terpaksa berbohong karena dipastikan Reefa akan protes dan mulutnya tidak akan berhenti mengoceh di sepanjang perjalanan menuju ke Yogyakarta.

***
Kening Reefa berkerut sepanjang perjalanan di dalam pesawat dan wajahnya masih terlihat kesal ketika sebuah Mercedez Benz dari hotel tiba menjemput mereka. Lagi-lagi, tatapan terkejut itu dilontarkan kembali oleh supir Mercy itu... tetapi tatapan ramah dan hormat dilemparkan supir itu pada Dimitri.

"Kenapa?" Akhirnya Dimitri bicara, ia cukup merasa terganggu dengan muramnya wajah Reefa.

"Tidak apa-apa." Reefa menjawab singkat.

"Ayolah, saya tahu ada yang mengganjal pikiranmu. Dan jujur saja, mood saya jadi tidak bagus karena kamu bersungut-sungut terus." Dimitri tersenyum tipis, mengedikkan kepalanya sedikit. Ia membujuk Reefa untuk bicara.

"Semua orang menatap aneh pada saya di kelas bisnis tadi. Saya kira karena pakaian saya. Apa salahnya sih mengenakan kaos dan jeans?"

Dimitri menahan tawanya, ia hanya tersenyum simpul. Sebetulnya di lounge tadi ia ingin bertanya mengapa gadis itu mengenakan kaos butut dan  belel, tapi pertanyaan itu segera ia simpan karena tahu reaksi apa yang akan ia terima, tidak akan lebih baik dari gerutuan sepanjang perjalanan ini.

A Perfect LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang