Part 16b: Ready to Fall

9.3K 1.2K 131
                                    

"Karena Pak Dimitri sangat menyukai masakan Indonesia, saya membuat sarapan ini spesial untuk Bapak." Sepiring nasi liwet hangat lengkap dengan teri dan suwiran ayam yang masih mengepulkan asap dan menyebarkan bau kemangi diletakkan Reefa di depan hidung Dimitri. Mata laki-laki itu seketika membesar.

"Ternyata kamu pintar masak juga. Kapan kamu mengerjakannya?" Dimitri segera menyendok nasi dan memasukkan ke dalam mulutnya.

"Hmmm..." mata Dimitri terpejam, menikmati sensasi perpaduan bumbu di setiap suapan nasi.

Reefa nyengir melihat reaksi Dimitri. Ia bertopang dagu menonton laki-laki itu makan.

"Lezat, Reefa. Kamu penyihir, ya... tiba-tiba makanan sudah terhidang tapi kamu terlihat cantik dengan wangi parfum." Dimitri membuka matanya, menatap Reefa serius.

Tawa kecil keluar dari bibir Reefa, ia merasa sangat tersanjung dengan pujian Dimitri. "Saya memasak sebelum subuh, malam tadi saya menyiapkan bahan-bahannya sebelum tidur. Saya lihat di lemari pendingin Anda, cukup banyak bahan mentah. Anda juga terlihat suka masak. Tidak heran, dapur anda terlihat hangat karena sering digunakan dengan rasa cinta." Reefa menatap sekeliling dapur yang sangat modern, warna utama dapur ini sangat maskulin sesuai dengan kepribadian Dimitri yaitu didominasi warna abu-abu dan hitam.

"Oh. Artinya kamu memasak sebelum kejadian tadi." Dimitri melirik Reefa, ingin melihat reaksi gadis itu lagi. Seperti yang ia tebak, wajah gadis itu merona. Dan sekarang, Dimitri membayangkan rona itu menyebar ke seluruh tubuh Reefa. Dimitri menggeleng kesal, menyumpahi keusilannya... seharusnya ia harus tetap mengendalikan diri.

"Saya akan mengunci pintu kamar mulai hari ini. Tenang saja, supaya Bapak tidak masuk, akan saya tambahkan buffet dan kursi sebagai ganjalan pintu." Reefa tersenyum, menatap Dimitri dengan rona merah. Gadis itu mencoba melucu walau sebenarnya sangat malu.

Dimitri tertawa, lalu menghabiskan sisa nasi yang ada di atas piringnya. Lalu Dimitri membawa piringnya ke kitchen zink dan mencuci piringnya sendiri dan meletakannya di rak. Reefa menatap Dimitri takjub.

"Omong-omong, kamu tidak makan?" ia baru menyadari Reefa yang hanya menontonnya makan.

"Saya tidak terbiasa sarapan pagi-pagi sekali, nasi liwetnya akan saya bawa ke kantor untuk makan siang."

"Oh, Oke. Sebenarnya aku ingin juga dibawakan bekal ke kantor tapi sepertinya hari ini aku meeting di luar." Dimitri melirik kotak makan bekal Reefa dengan tampang kepingin lalu ia melanjutkan kembali, "tapi sisakan saja sedikit untukku buat makan malam."

Reefa terkekeh, merasa senang karena Dimitri benar-benar menyukai masakannya.

***

Seperti yang Dimitri katakan, laki-laki meeting di luar kantor pada jam 10.30 pagi sehingga hanya ada Reefa di dalam ruang kerja Dimitri. Reefa sibuk mengerjakan tugas-tugas rutinnya, merekap data dari semua cabang dan menyusun agenda kegiatan Dimitri di dalam PC-nya. Karena sangat berkonsentrasi, Reefa tidak menyadari kalau William sudah berdiri di dekatnya.

"Sibuk?" tanya laki-laki itu dan membuat Reefa sedikit terlonjak di kursinya.

Reefa memandang William, setiap ada laki-laki tua ini berada di dekatnya, Reefa merasa tidak nyaman. "Lumayan. Ada yang bisa saya bantu?"

William belum menjawab, ia hanya melihat-lihat kertas yang di atas meja Reefa. Reefa langsung berdiri, demi sebuah sopan santun dan menunggu laki-laki itu bicara

"Sudah mendapatkan apa yang aku perintahkan Reefa?" Akhirnya William bertanya.

"Belum." Reefa menggeleng, memang sejak saat William memintanya, ia tidak punya waktu yang tepat.

A Perfect LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang