Mungkin memang semuanya harus berakhir, sekarang atau nanti tidak ada bedanya. Bersama dengan Adithya hanya membuat Reefa merasa sebagai pengkhianat sekaligus pendosa. Kehadiran Adith juga menghambat rencananya, hal ini yang baru disadari Reefa sebelum ia memutuskan untuk membatalkan rencana pernikahan dengan pemuda itu.
Reefa mengamati Adith yang masih terpekur di tempatnya, gadis itu memejamkan matanya, berdoa semua akan baik-baik saja. Reefa melihat arlojinya, sepertinya taksi online yang ia pesan sedikit terlambat. Ia mendesah, ingin melarikan diri dari tempat ini dan melupakan segalanya. Tetapi, satu hal yang tak pernah ingin ia lupakan, yaitu rasa dendamnya pada Dimitri.
***
"Laporan hasil dari rapat kerja kemarin telah selesai dikerjakan, tolong diperiksa kalau Bapak berkenan," ucap Reefa ketika ia meletakkan hasil print out laporan di atas meja Dimitri.Laki-laki itu mendongak dan memandang Reefa dengan rasa kagum. Bagaimana gadis ini bisa melewati semuanya dengan wajah datar, seperti tidak terjadi apa-apa di antara mereka kemarin malam.
Kemarin malam, eh?
Sementara sekarang tubuh Dimitri masih menggelenyar, masih mendamba kehangatan tubuh Reefa malam itu.
"Terima kasih, Reefa." Jemari Dimitri menyentuh ringan jemari Reefa dan ia memang melakukan hal itu dengan sengaja. Terdengar tarikan napas yang cukup tajam dari gadis itu, Dimitri tersenyum... ternyata Reefa tidak melupakan hal yang terjadi kemarin malam.
Lalu, Dimitri menyadari tak ada cincin berlian tersemat di jari manis Reefa. Dengan cepat ia menangkap tangan Reefa sebelum gadis itu menarik tangannya. Jemari Dimitri mengelus lembut bekas cincin yang masih jelas terlihat di jari manis Reefa.
Ia menatap Reefa dengan pandangan bertanya, sementara Reefa hanya menundukkan pandangannya dan tersenyum. Gadis itu segera menarik tangannya dan menganggukkan kepalanya pada Dimitri, mengisyaratkan dia mohon diri untuk kembali ke meja kerjanya.
***
"Tidak dijemput hari ini?" Tiba-tiba Dimitri berdiri di sampingnya di area drop-off. Reefa menoleh dan tersenyum, kemudian menggeleng. Lalu ia memandang ke depan, seperti lebih tertarik pada kegiatan yang dilakukan orang-orang di sekitar daripada laki-laki tinggi berwajah tampan yang menyita perhatian setiap orang yang melewati mereka.
"Aku ingin bicara, Reefa, tentang apa yang terjadi malam itu," kata Dimitri pelan.
"Untuk apa? Saya sudah melupakan hal itu." Reefa menjawab, matanya masih menolak menatap lawan bicaranya.
"Mungkin bagimu itu tidak ada artinya, Reefa. Tapi tidak bagiku."
Reefa menggigit bibirnya, lalu menoleh."Baik. Saya akan memenuhi permintaan Anda, Pak. Tapi saya ingin tempat kita bicara adalah tempat aman, artinya tidak kita berdua saja."
Dimitri mengangguk, ia mengerti kalau Reefa mungkin masih takut apa yang mereka lakukan malam itu terjadi lagi.
***
"Apa yang ingin Anda bicarakan?" Reefa segera membuka pembicaraan, ia tidak ingin membuang waktu.
Dimitri menggeleng dan tertawa kecil. "Ayolah, Syareefa Agni Raffardhan... santai sedikit. Tolong jangan terlalu resmi dengan menggunakan kata saya, anda, atau semacamnya. Aku rasa kita sudah cukup akrab malam itu."
Wajah Reefa memerah tapi ia tidak menyangkal ucapan Dimitri karena itu memang benar. Ia telah mengenal tiap jengkal tubuh laki-laki itu begitu juga sebaliknya.
"Duduk dulu sejenak. Nikmati pemandangan taman ini. Dan lihat, ada penjual es potong. Kamu mau satu?" Dimitri menunjuk gerobak tukang es, tanpa menunggu jawaban Reefa ia berjalan ke sana dan memesan es potong untuk mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/14559041-288-k80387.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Perfect Lie
RomanceOPEN PO 25 JUNI S/D 10 JULI 2019. BISA DILIHAT DI PART OPEN PO LEBIH JELASNYA. PROSES PENERBITAN! BEBERAPA PART AKHIR TELAH DIDELETE! Highest Rank #5 in Romance (20122017) Apa yang akan kamu lakukan, ketika orang yang menghancurkan keluargamu, membu...