"Jadi, Ibumu dirawat di rumah sakit ini sejak kapan?" Dimitri akhirnya bertanya setelah menahan semua rasa ingin tahunya. Mereka berdua di dalam mobil Dimitri yang berada di dalam tempat parkir rumah sakit.
"Ibu mengurung diri semenjak kasus Ayah ramai diberitakan di media massa. Dua tahun kemudian, saya tidak bisa mengendalikan beliau lagi, terpaksa saya menitipkan Ibu dirawat di sini," jawab Reefa tenang, walau perasaannya tercabik-cabik. Reefa masih ingat hari-hari dimana ketika ibunya mengamuk dan menghancurkan semua barang di rumah kontrakan mereka, ketika ia harus rela melepaskan ibunya yang dibawa petugas rumah sakit jiwa karena telah meresahkan tetangga sekitar. Di dalam kesendiriannya setelah satu-satunya orang yang ia cintai direnggut paksa oleh keadaan, Reefa terus memupuk dendam pada Dimitri... pada nama yang pernah sekali ia dengar di dalam berita dan sosok misterius yang mempesona yang hanya dua kali ia jumpai, di hari kematian dan pemakaman ayahnya.
Siapa yang mengira, seseorang yang ia benci hingga ke tulang sumsum bisa sedekat ini bahkan mencintainya?
Reefa memejamkan matanya, karena ia juga tidak bisa memastikan perasaannya pada Dimitri saat ini.
Laki-laki itu mengembuskan napas, merasakan penyesalan kembali. Dimitri memerhatikan gerak-gerik Reefa, tatapan gadis itu terlihat kosong. Ia tidak pernah tahu betapa pedihnya ketika merasa sendiri dan dari tatapan mata Reefa ia baru tahu perasaan itu. Saat ini yang Dimitri inginkan adalah merengkuh tubuh Reefa ke dalam pelukannya, tapi Dimitri menahan rasa itu... ia tidak ingin hubungan persahabatan yang telah ia bangun dengan susah payah hancur karena hasratnya yang tolol.
"Ehm, Pak Dimitri. Tidak apa berlama-lama di sini? Katanya mengejar waktu buat liburan?" Tanya Reefa pelan, ia tidak mengerti apa yang dipikirkan Dimitri sehingga laki-laki itu terdiam sejenak.
"Oh, iya. Untung kamu mengingatkan." Dimitri segera menyalakan mesin mobil dan memegang kemudi, tetapi tatapan Reefa jatuh pada tangan Dimitri, ia melihat buku-buku tangan Dimitri yang sobek. Tanpa Reefa sadari, ia segera memegang tangan Dimitri.
"Kenapa dengan tangan Anda?"
"Tidak apa-apa, Reefa." Dimitri tertawa, menyembunyikan rasa gugupnya. Ia tidak ingin Reefa bertanya penyebab luka yang ada pada tangannya.
"Ck, jangan begitu, Pak. Bisa infeksi kalau Anda diamkan, dagingnya terlihat seperti ini." Reefa masih memegang tangan Dimitri lembut.
Lalu dengan cepat ia memeriksa dashboard yang ada di depannya, mencari kotak P3K, tangan Dimitri ia lepas untuk sementara. Setelah ia menemukan kotak P3K, Reefa membuka botol alkohol dan mengguyur tangan laki-laki itu.
"Aduh!" Dimitri berjengit, ia tidak mengira tangannya disiram dengan alkohol, setahunya cukup diseka dengan kapas yang dilumuri alkohol.
"Pedih, ya, Pak?" Reefa nyengir, ingin tertawa melihat ekspresi Dimitri.
Dimitri mengangguk, sedikit gemas dengan senyum mengejek gadis kecil yang sekarang membungkus tangannya dengan perban.
"Segini aja sudah sakit, ya, rasanya, Pak, bagaimana nasib hati gadis-gadis yang Anda PHP-in?" Reefa menatap Dimitri serius.
Dimitri membuka mulutnya, hendak menjawab pertanyaan setengah meledek yang diajukan Reefa. Tetapi laki-laki itu terdiam ketika Reefa berkata telak kembali.
"Misalnya Ariadna?"
Rasanya aneh ketika nama mantanmu diucapkan oleh perempuan yang sangat kau cintai.
Dimitri mengerjap, mengartikan pertanyaan atau pernyataan yang diucapkan Reefa.
Atau gadis itu cemburu?
KAMU SEDANG MEMBACA
A Perfect Lie
RomanceOPEN PO 25 JUNI S/D 10 JULI 2019. BISA DILIHAT DI PART OPEN PO LEBIH JELASNYA. PROSES PENERBITAN! BEBERAPA PART AKHIR TELAH DIDELETE! Highest Rank #5 in Romance (20122017) Apa yang akan kamu lakukan, ketika orang yang menghancurkan keluargamu, membu...