Part 37

147 8 0
                                    


Veerisha pov:

Dengan perlahan aku mulai membuka mataku, beberapa kali aku mengerjapkan mata menyesuaikan dengan cahaya yang berada di sekitarku.

Kuarahkan pandanganku ke setiap penjuru ruangan. "Kamarku..." gumamku sambil bangkit duduk dari tidur, kupegangi kepalanku ini yang masih sedikit terasa pusing.

"Nggeh infus..." gumamku ketika mendapati tangan kananku terbalut perban dan infus.

"Aku pingsan" aku memejamkan mata mengingat memory-memory terakhir kali sebelum aku pingsan tadi.

Aku mendengar ada suara ribut, dengan segera aku beranjak dari ranjang. Tapi ternyata kepalaku masih terasa berat dan pusing, untuk beberapa saat aku masih terduduk di samping ranjang sambil menunggu rasa sakit di kepala ini sedikit berkurang.

Setelah kurasa sudah cukup berkurang aku mulai bangkit kembali berjalan keluar kamar sambil membawa botol infus di tangan kiriku, memastikan apa yang sedang terjadi di bawah karena aju mendengar suara ribut dari ruang keluarga tadi.

Tidak ada seorangpun yang terlihat di ruang keluarga.

"Loh non Veerisha! Non kan masih sakit kenapa ada di sini?" suara bik Ijah terdengar kawatir ketika melihatku turun dari kamar.

"Ve haus bik..." jelasku. Sebenarnya aku memang merasa haus karena gelas air yang ada di atas nakas kosong.

"Sebentar non bibik ambilkan..." ucap bik Ijah.

Karena kepalaku masih terasa sedikit pusing aku pun kembali terduduk di atas sofa ruang keluarga. Aku tidak memperhatikan botol infus yang ki pegang itu, tiba-tiba darah mengalir di dalam selang infus karena seharusnya botol infus itu harus lebih tinggi dari selang infusnya.

"Ini non..." bik Ijah datang sambil membawa segelas air putih di tangannya dan menyerahkan gelas itu padaku.

"Terimakasih bik..." ucapku meneguk isi gelas tersebut.

"Non selang infusnya!" ucap bik Ijah panik melihat darah yang ada di dalam selang infusku.

"Gak papa kok, Bik... nanti juga hilang. Tadi siapa yang bawa Ve ke kamar bik?" tanyaku karena seingatku sebelum aku pingsan Bik Ijah lah yang berada di sebelahku saat itu.

"Den Rayn non, tadi aden panik ngelihat non pingsan... Terus yang nginfus non tadi tuh dokter Kevin" ucap bik Ijah. Aku terdiam karena ucapan bik Ijah. Ternyata kak Kevin masih memperdulikanku... Eh tapi kak Kevin kok ada disini? batinku. Hatiku merasa sedikit lega karena kekasihku itu masih mau memperdulikan keadaanku.

"Tadi yang memeriksa non juga dokter Kevin, dia sangat khawatir non. Bapak, ibu juga kawatir dengan keadaan non Veerisha, saat non pingsan Ibu yang paling histeris non" papar bik Ijah.

Kini hatiku benar-benar lega karena ternyata orang-orang yang  kucintai itu masih mau memperdulikan keadaanku. Tuhan jangan ambil mereka dari sisiku, aku sangat mencintai mereka... batinku.

"Lalu mereka di mana bik? Dan kenapa tadi ada suara ribut bik?" tanyaku.

"Ini tadi dokter Kevin, den Rayn sedang bertengkar dengan den Fadel" jelas bik Ijah.

"Bertengkar dengan Fadel? Kak Kevin disini?" gumamku mengerutkan dahi.

"Iya non... makanya sekarang den Rayn, dokter Kevin Sama den Fadel lagi di ajak bicara sama ibu dan bapak di ruang kerja bapak, Non."

Kenapa kak Rayn ikut bertengkar dengan Fadel? batinku penuh tanya.

"Non mau saya anter ke kamar lagi?" tanya bik Ijah membuyarkan lamunanku akan pertanyaan batinku tadi.

"Nggak usah bik Ve masih mau di sini," ucapku.

"Ya sudah kalau begitu. Bibik kembali ke dapur dulu ya non." pamit bik Ijah seraya meninggalkanku, aku hanya mengangguk mengiyakan ucapan pembantu paruh bayaku itu.

Aku berjalan ke arah ruang kerja Ayah di saat aku sudah merasa tidak terlalu pusing lagi. Saat hendak membuak knop pintu itu aku mendengar suara kak Kevin

"Kevin tau om... tapi apakah kami tidak memiliki kesempatan untuk bersama? Kevin yakin Kevin dan Ve masih bisa bersama tanpa harus menyakiti siapapun.." aku tertegu mendengar ucapan kak Kevin saat knop pintu itu mulai terbuka.

Apa maksud dari ucapan kak Kevin? Kini aku bisa melihat dan mendengar jelas apa yang sedang terjadi dari balik daun pintu ruang kerja ayah itu. Aku mengintip dari celah pintu yang terbuka itu.

Kulihat kak Kevin bersimpuh di depan bunda yang duduk di sofa ruang kerja ayah.

"Tante Kevin tahu Ve bukan anak kandung tante, tapi itu tidak bisa jadi alasan untuk kami berpisah. Kevin dan Ve berhak mendapatkan kebahagian kami Tan..."

Tunggu!! A--a-apa? Apa yang kak Kevin katakan tadi? Aku--aku bukan anak kandung Bunda...?
Ti--tidak mungkin!

Pikiranku berkecamuk dengan kata-kata kak Kevin barusan, aku merasa pendengaranku itu salah.

Aku melihat bunda menitihkan air mata sambil membekap mulutnya dengan kedua tangannya. Katakan jika yang aku dengar ini salah, katakan bunda! batinku memohon supaya yang di katakan kak Kevin itu salah.

"Kevin, kamukan sudah tau kalau tante nggak mau kehilangan Veerisha! Meskipun Ve bukan anak kandung tante...?" seperti di sambar petir tubuhku seketika itu pula luruh di depan pintu yang masih sedikit terbuka sambil berpegangan pada knop pintu itu. Kini air mata itu semakin membanjiri kedua pipiku.

Hatiku sakit mendengar kenyataan itu, kenyataan kalau aku bukan anak kandung dari bunda. Kini aku terisak sambil menutupi mulut dengan tangan kiri dan tangan kananku masih memegang knop pintu membuat posisi tangan yang di infus itu jauh lebih tinggi dari pada botol infusnya karena botol infus itu sudah tergeletak di lantai. Membuat darahku mengalir di seluruh selang infus hingga selang itu menampakan warna merah pekat dari darahku.

Setelah aku mengetahui semua rahasia itu, aku sudah tidak lagi memperhatikan pembicaraan orang-orang yang berada di dalam ruangan itu, tapi aku masih bisa mendengar jika Kak Kevin maupun kak Rayn marah-marah pada Fadel karena Fadel itu sempat memanfaatkan hal itu dari Bunda.

Ini keterlaluan! Jadi selama ini mereka semua membohongi ku, bahkan kak Kevin pun tahu tapi dia tetap diam...

Aku mulai bangkit berdiri dan membuka lebar pintu yang sedari tadi kutahan agar tak terbuka.

"Veerisha!" seru Ayah yang pertama kali mendapati anak gadisnya di depan pintu ruang kerjanya ini.

"Veerisha!" kini Bunda, kak Rayn dan kak Kevin yang berseru, mereka semua terkejut melihatku.

Aku menatap tajam pada mereka semua, karena saat ini hatiku telah diliputi oleh emosi.

Gadis itu marah... yaa ia marah karena selama ini dia telah di bohongi, di bohongi oleh orang-orang yang selama ini sangat di sayanginya dan di percayainya.

***

Hay Readers!! Jangan lupa mampir ke cerita aku yg kedua yak!!😉
Kali ini ceritanya lebih santai, happy, alurnya tentang geng anak sekolahan, remaja-remaja yang lagi kasmaran gitoh!!😂 Gokil deh..

Dan yang pasti bakal dibikin baper deh.. 😘😝
Cek!👇
https://www.wattpad.com/story/117731166?utm_medium=link&utm_content=share_writing&utm_source=android
'Omnia Vincit Amor'

See you 😉

Semua Karena Cinta (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang