Duka Luka

16.8K 666 11
                                    

Sosok itu, tubuh kaku itu ternyata bukan ayah Mayda. Jika mayat itu adalah mayat orang lain mungkin Mayda akan bernafas lega, tapi kenyataan pahit seolah tak sedetikpun mengizinkannya menghirup udara dengan bebas. Sosok yang meski dipanggil beberapa kali atau dipukul beberapa kali tak bergeming itu adalah kakaknya.

Iya, dia adalah Abang Rendra. Sosok abang yang sangat menyayanginya. Meski wajahnya hancur dibeberapa bagian, Mayda tetap dapat mengenalinya. Sosok hangat yang kini beberubah menjadi sangat dingin. Sosok yang berjanji akan datang membawakan jodoh untuk Mayda. Sosok itu telah pergi, meninggalkan janji yang tidak akan pernah ia tepati.

Tubuh Mayda oleng tapi ia masih dapat mengontrol penuh kesadarannya karena ia telah berjanji untuk kuat. Darma menepuk pelan pundak Mayda. Ia menatap kedalam manik hitam Mayda. Meski tanpa kata-kata, Darma berusaha memberinya kekuatan. Mayda balik menatap Darma dengan senyum tipis seolah mengisyaratkan kalau dirinya baik-baik saja.

Mayda kembali melihat jenazah abangnya. "Bang Rendra..." Ucap Mayda lirih, tangannya sudah memeluk hangat tubuh mayat yang dingin itu.

Tidak ada tanda-tanda cairan bening itu akan jatuh. Hanya raut wajahnya yang masih lengkap dengan make up seolah menyiratkan kesedihan mendalam. Siapapun yang ada diposisi Mayda pasti akan merasakan hal yang sama.

"May..." Tangan Darma memegang pundak mayda, seolah memberi isyarat jika Mayda sudah tidak sanggup lebih baik ia keluar saja, akantetapi beberapa detik kemudian Mayda menjawabnya dengan sebuah anggukan mantap, seolah berkata 'Ia kuat'.

Sang penjaga kamar mayat mengubah catatannya saat mendengar Mayda menyebut nama Rendra pada mayat pertama yang ia tunjukkan. Mayda melepas pelukannya dari tubuh kaku Rendra sebagai perpisahan terakhirnya. Kemudian ia melangkah menuju mayat kedua yang tengah terbaring penuh damai.

Langkahnya Mayda mulai ragu-ragu, entah kesedihan macam apalagi yang coba Tuhan gores dihati Mayda. Sesekali Mayda berharap jika ada satu saja dari keluarganya masih hidup, agar setidaknya ia bisa bergantung pada satu orang saja. Namun sepertinya Tuhan membuat skenario yang cukup kejam untuk Mayda.

Sang penjaga kamar jenazah membuka kain penutup yang menutupi hampir seluruh bagian tubuh mayat. Perlahan terbukalah wajah dari seseorang yang penuh wibawa namun kini tampak lemah, kaku dan dingin meski sedetikpun ia tak akan pernah kehilangan kewibawaannya dimata Mayda. Seorang kepala keluarga yang hebat. Bahkan ia akan rela mengorbankan kebahagiaannya sendiri demi kebahagiaan keluarganya. Iya, dia adalah ayah Mayda.

"Ayah... Mayda takut sendiri" Keluh Mayda pelan, kemudian ia memeluk mayat ayahnya. Sebanyak apapun Mayda mengeluh, tidak akan bisa membuat ayahnya hidup kembali.

Masih tak ada air mata yang mencoba menerobos keluar dari sudut mata Mayda. Janjinya untuk kuat dan kesedihan yang teramat dalam membuatnya tidak bisa meneteskan satu tetespun air matanya. Darma miris setiap kali melihat Mayda seperti itu. Tapi ia berusaha tampak sok kuat didepan Mayda meski hatinya telah hancur berkeping-keping. Sesekali Darma berucap dalam hati, 'Kamu tidak sendiri Mayda, aku disini, aku akan selalu menjagamu'.

Tiba-tiba pelukan Mayda terlepas dari tubuh kaku ayahnya. Tulang kakinya seolah mendadak keropos hingga tak lagi mampu menopang tubuhnya. Ia hanya manusia biasa. Kanyataan membuatnya sangat rapuh. Tubuh Mayda terduduk lemas dilantai dengan pandangan kosong seolah tak percaya semua ini benar-benar nyata.

Darma menarik tubuh Mayda agar ia berdiri, tapi tubuh itu terlalu lemah meski ia tak kehilangan kesadarannya. Darma mengalah. Ia jongkok didepan Mayda. Menatapnya dengan tatapan iba. Mata Darma sudah berkaca-kaca. Pertahanannya hampir jebol.

"Kita keluar saja ya.." Tawar Darma yang sudah tak sanggup lagi melihat kondisi Mayda. Setiap katanya mulai bergetar, berusaha sekuat mungkin menahan tangisnya.

SIANIDA (SIAp NIkah setelah wisuDA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang