Chapter 7

9.8K 595 10
                                    

Mobil Aldo melaju tak lama setelah aku mengenakan sabuk pengaman. Tak ada satu kata pun yang terucap darinya. Aldo tahu benar bahwa aku paling benci dibuat diam dan kali ini aku sadar bahwa ia sedang menghukumku.

"Al, maafkan aku." Dengan penuh keberanian akhirnya aku membuka mulut.

"Untuk apa?" tanyanya dingin.

"Untuk semua yang sudah terjadi malam ini." Aku menahan napas sesaat.

"Memang ada gunanya?" ia kembali melontarkan pertanyaan.

Kuhela napas panjang dan lebih dalam. "Al, kamu tahu kan apa profesiku? Bahkan ketika pertama kali kita menjalin hubungan ini, aku pun sudah mengingatkanmu bahwa aku tidak akan punya waktu lebih, kalau pun ada, anggap itu bonus!" Sungguh, aku sudah tak tahan lagi untuk melampiaskan semua emosi yang kurasakan, bercampur dengan mood tak keruan dan berita buruk bebasnya Brian, berhasil mendorongku untuk mengeluarkan kekesalan hati.

Dan sepertinya kalimatku tadi semakin membuat amarah Aldo memuncak, karena mobil yang tadinya melaju menjadi tiba-tiba berhenti hingga aku tersentak dan merasakan sedikit nyeri di dada karena ikatan sabuk pengaman.

"Bonus? KAMU PIKIR KEDUA ORANGTUAKU SEMACAM HADIAH LOTRE?!" Aldo naik pitam.

"Hei, kamu salah paham! aku sangat menghargai kedua orangtuamu."

"Di mana letak penghargaanmu, hah?! Mereka jauh-jauh datang dengan semua persiapan yang telah mereka lakukan hanya untuk menemui gadis pujaan anak laki-lakinya, tapi kamu malah membuat mereka menunggu dan hanya bisa memberikan sedikit waktumu dari berjuta hal yang telah mereka kesampingkan hanya untuk mengenal kamu!"

Bagai disambar petir aku mendengarnya. Tak ada satu pun terlintas di benakku untuk membuat kedua orangtua Aldo kecewa.

"Al, apa yang terjadi hari ini bukan karena inginku! Siapa yang tahu bila pagi ini ada kecelakaan dan membuatku harus tertahan di rumah sakit hingga dua belas jam? Tak pernah sekali pun terlintas di benakku untuk membuatmu dan juga kedua orangtuamu kecewa, tapi aku seperti ini karena memang sudah tanggung jawabku sebagai seorang dokter. Profesiku menuntut semua waktuku dari hal-hal yang darurat dan tidak terduga! Ditambah lagi berita buruk soal bebasnya Brian yang membuatku makin frustasi!"

"Kamu terlalu banyak omong kosong!" gertak Aldo yang kembali menginjak pedal gasnya.

"Omong kosong, Al? Katakan di mana letak omong kosong dari perkataanku tadi?!" kali ini aku benar-benar tersulut emosi.

Aldo hanya diam. Pandangannya tetap lurus ke depan. Dan itu membuatku semakin ngamuk. Emosiku sudah tak bisa kutahan lagi. Semuanya berkecamuk jadi satu menanti untuk meledak.

Aku mencengkeram pipi Aldo dan kupaksa melihat ke arahku, meskipun aku tahu benar bahwa apa yang kulakukan ini membahayakan kami, tapi aku benar-benar tak peduli.

"Katakan bagian mana yang menurutmu omong kosong? Aku? Pekerjaanku? Atau apa?!" suaraku kian meninggi. Untuk sepersekian detik aku merasa semua rasa sakit dan kesedihan yang sempat terjadi pada diriku dua tahun lalu kembali menghantam. Sia-sia sudah semua perawatan dan konsultasi yang kuhabiskan berjam-jam dengan psikiater, karena hari ini semuanya meledak. Ketenangan emosi yang selama ini kujaga seolah lepas dari kekanganku sendiri.

"Rei, jangan gila kamu!" Aldo mencoba melepaskan tanganku dari wajahnya.

Karena aku terus mencoba memaksanya, Aldo kehilangan kendali dan konsentrasi. Aku tahu, bahwa mobil yang kami tumpangi saat itu sedang melaju tak tentu arah. Beberapa mobil bahkan sempat membunyikan klakson karena kekesalan mereka yang hampir saja kena tabrak.

"Kamu gila, Rei!"

"Kamu yang gila!" umpatku dan kali ini sambil mendorong pipi Aldo penuh emosi dengan tangan hingga membuatnya tersentak.

Dan kali ini Aldo benar-benar kehilangan kendali. Bunyi klakson panjang terdengar tepat sebelum akhirnya berakhir dengan bunyi dentuman teramat keras yang memekakkan telinga. Aku tak bisa lagi menatap Aldo dengan tatapan tajam penuh emosi, karena duniaku seolah jungkir balik. Pandanganku berputar tak keruan. Beberapa kali aku memejamkan mata dengan hantaman yang menyakitkan di sekujur tubuhku. Entah berapa lama tepatnya penyiksaan itu berlangsung, yang kuingat hanyalah rasa sakit.

[TAMAT] Married by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang