Chapter 12

9.3K 587 15
                                    

Sejenak Amanda menatap Kak Jordy yang masih mendekapku. "Karena kecelakaan itu, Bagas harus kehilangan sebagian kaki kanannya. Kami terpaksa mengamputasi kakinya hingga sebatas lutut. Kecelakaan itu juga menyebabkan beberapa luka di organ vitalnya, dan yang paling parah adalah jantungnya. Ia memiliki kelainan jantung dan diperparah dengan adanya salah satu pembuluh darah yang tersumbat karena kecelakaan itu, sehingga ia membutuhkan transplantasi jantung. Namun, saat ini masalah itu sudah bisa diatasi sementara ia menunggu donor. Dan—" jelas Amanda dengan kalimat menggantung.

Aku melongo mendengarnya. "Dan apa? Lalu, kenapa dia tidak berada di ICU? Kenapa dia berada di ruangan perawatan biasa? Bukankah dia butuh perawatan yang lebih intensif?" kataku sambil menyeka airmata.

"Iya memang seharusnya dia dirawat secara intensif, tapi tak ada lagi yang bisa kita lakukan karena ternyata keluarga Bagas tidak bisa menyediakan dana untuk itu. Ibunya pun pasrah." Suara Amanda bergetar karena menahan air mata yang sama.

Tubuhku gemetar mendengarnya. "Kenapa? Kenapa Aldo dan keluarganya tidak menanggung biaya perawatan Bagas?" Air mataku semakin bercucuran. Tenggorokanku tercekat hingga membuatku tergagap.

Amanda tersenyum sinis. "Kenapa kamu berharap Aldo dan keluarganya yang menanggung biaya perawatan Bagas, bila Aldo juga yang membuat Bagas harus mengenakan borgol di tempat tidurnya sendiri?"

"Maksudmu?"

"Entah apa yang telah dilakukan oleh Aldo dan keluarganya. Aku juga nggak tahu seperti apa kejadian yang sebenarnya, tapi yang jelas, saat ini Bagas adalah tersangka utama penyebab kecelakaan kalian. Menurut pernyataan polisi, dia menyetir dalam kondisi mabuk dan menabrak mobil kalian malam itu."

Bagai disambar petir aku mendengar penjelasan Amanda. Jantungku berdebar dengan lebih cepat. Abnormal, membuatku tersengal. "Nggak! Nggak mungkin! Aku tahu benar, Bagas dalam kondisi sadar malam itu. Aku sempat berkomunikasi sama Bagas sesaat setelah dia berhasil dikeluarkan dari mobilnya. Nggak ada aroma alkohol sedikit pun. Lagipula, jika dia mabuk, dia pasti kehilangan kesadarannya, tapi kemarin nggak seperti itu! Kamu lihat sendiri kan, dia masih sempat memberikan handphone-nya agar aku bisa menghubungi ibunya!" raungku marah.

"Rei ... Ssstt, Kakak mohon tenangin diri kamu!" Kak Jordy dengan terpaksa memegang erat tanganku.

"Kenapa Aldo sekejam ini, Kak? Dia yang menyetir dan aku yang membuat dia kehilangan konsentrasi hingga akhirnya menabrak mobil Bagas! Harusnya aku yang mengenakan borgol itu, harusnya aku yang berada di penjara, bukan Bagas!" tangisku pecah.

"Menangislah, Rei, jika itu semua bisa membuat hatimu lebih baik," ucap Kak Jordy lirih sambil mendekapku.

Amanda terisak, karena melihat reaksiku yang seperti itu. Bahkan dua orang perawat yang kebetulan melintasi kamar perawatanku panik menghambur masuk karena mengira ada keadaan darurat hingga Amanda menyuruh mereka pergi dengan mengatakan semua baik-baik saja.

Dan aku hanya bisa menghabiskan malam dengan menangis hingga tak sadarkan diri setelah diam-diam Amanda menyuntikkan obat penenang ke dalam selang infusku.


***


Terima kasih sudah membaca Married by Accident

Jangan lupa vote dan comment, ya! :)

[TAMAT] Married by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang