Amanda sedang berdiri di depan rumah sakit, menungguku dengan gelisah. Aku yang urung memilih bus sebagai alat transportasi untuk sampai di rumah sakit, baru saja keluar dari taksi dan menerima terjangan pelukan penuh ketakutan dari Amanda.
"Dasar cewek bodoh!" umpatnya sambil mencubit pipiku seolah aku adalah bocah ingusan yang memang pantas diperlakukan konyol seperti itu.
"Ih, apaan sih, Man?!" sergahku sambil menjauhkan tangannya dari pipiku.
"Kamu itu membahayakan diri sendiri, tahu?" ia melotot padaku.
"Hati-hati mata kamu bisa melompat keluar," cibirku sambil memperhatikan langkah agar tidak menginjak jalanan yang becek pasca hujan beberapa saat lalu.
"Oh, perhatian sekali kamu padaku setelah diculik sekawanan pembunuh bayaran tadi," ujar Amanda.
"Ssstt, mereka bukan pembunuh bayaran," kataku yang memilih untuk tidak masuk ke dalam rumah sakit, tetapi malah berbelok menuju salah satu foodtruck yang biasa berhenti di ujung jalan, tepat sebelum pintu masuk area parkir. Foodtruck yang menyajikan sandwich terbaik sepanjang masa—menurutku.
"Lalu, apa?"
"Singa kelaparan! Seperti aku sekarang," jawabku sambil mengelus perut sambil menatap dua lelaki di dalam foodtruck berwarna merah mencolok dengan guratan garis abstrak yang sedang sibuk membuat sesuatu. Liurku hampir saja menetes, ketika salah satu dari mereka memberikan sebungkus sandwich tebal dengan selada yang mencuat dan keju meleleh di seluruh pinggiran rotinya yang berwarna kecokelatan pada seorang gadis.
"Dan dalam kondisi mengerikan seperti itu, kamu masih bisa lapar?" tanya Amanda tak percaya sambil menggelengkan kepalanya.
Aku tak peduli, tapi Amanda salah. Ia tak tahu sekalut apa aku tadi. Setakut apa pula aku di sana. Aku hanya tak ingin membagi itu semua dengannya. Biarlah aku saja.
Amanda memesan beef burger extra veggie untuk dirinya sendiri dan tuna sandwich extra cheese untukku. Ia mengajakku duduk di salah satu bangku yang memang sengaja disiapkan oleh duo lelaki kece pembuat sandwich tadi. Tak hanya ada kami di sana, tetapi juga beberapa perawat yang sedang beristirahat dan para keluarga pasien di rumah sakit.
"Jadi, apa alasan papanya Aldo ingin bertemu denganmu?" tanya Amanda penuh selidik. Ia sedikit mencondongkan badannya ke arahku dengan kening berkerut dan mata mengunciku rapat.
"Minta maaf," jawabku sekenanya sambil memasukkan tangan ke dalam saku jaket. Cuacanya cukup sejuk sore itu, namun membuatku sedikit bergidik. Mungkin efek aura mistis Anthony. Ah, entahlah.
"Bohong!" bantah Amanda mendengus kesal.
"Amanda!" panggil salah satu si sandwich maker yang mengenakan topi berwarna merah dan celemek berwarna senada.
"Ya!" seru Amanda yang bangkit dari duduknya hingga kursi plastik itu tergeser dari tempatnya. Tak lama kemudian, gadis itu kembali dengan dua bungkus makanan pesanan kami. Ia memberikan satu bungkus padaku.
Tanganku menghangat ketika menerimanya. "Thanks," kataku sambil merobek sedikit bagian atas bungkus berbahan kertas berwarna cokelat ala bungkusan take away-nya McD itu. Dan kesempatan itu kugunakan untuk cepat-cepat menenangkan diri, sebelum Amanda kembali menginterogasiku. "Yeay, tuna sandwich idaman!" pekikku girang.
Amanda yang sudah menggigit pinggiran burgernya melirikku. "Doyan banget sih sama tuna?" omel Amanda. "Bau!" gerutunya lagi.
"Hei, ini tuna bukan pete!" tukasku.
Amanda terkekeh, sambil merapatkan duduknya kali ini tepat di sampingku. "Ja—" Amanda mengurungkan perkataannya, ia menoleh ke ujung jalanan yang tiba-tiba riuh.
Aku mendengar suara sirene ambulans yang semakin dekat. Dengan cepat kulahap sandwich di tanganku hingga mulutku penuh. Benar saja, tak lama kemudian muncul pemberitahuan di ponselku yang menginstruksikan kami harus segera kembali ke rumah sakit karena ada kondisi darurat.
Resti keluar melalui pintu rumah sakit dengan tergesa dan setengah berteriak. "Terjadi ledakan di bioskop Garden Star Mall. Banyak korban yang sedang dalam perjalanan ke sini. Ayo cepat kembali!" teriaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT] Married by Accident
RomanceKisah tentang seorang dokter muda bernama Reinayya yang dihadapkan pada satu kenyataan tragis. Gadis itu harus mengganti segala kerusakan, sekaligus bertanggungjawab untuk biaya pengobatan Bagas sekeluarga, korban kecelakaan yang disebabkan karena u...