Chapter 79

2.8K 140 2
                                    

Bagas sudah kembali dari Kanada dan beruntung, sepertinya ia belum tahu soal peristiwa kemarin. Meski sejak kemarin Ibu tidak berbicara sedikitpun denganku, tapi hari ini ia sudah bisa tersenyum padaku.

"Ibu antar Medina berangkat sekolah dulu ya, Nak," pamit Ibu pada Bagas yang tanpa repot-repot berpaling padaku.

"Hati-hati, Bu," kata Bagas yang sedang duduk di salah satu kursi di ruang makan. Sementara Medina sudah berlari keluar menyempatkan diri bermain salju di halaman.

Batinku bergejolak. Sepertinya, Ibu ingin agar aku berterusterang pada Bagas soal kejadian kemarin. Hanya saja, aku tak tahu harus memulainya dari mana. Aku beringsut duduk di sofa ruang tengah.

Bagas beranjak dari duduknya sambil membawa secangkir cokelat hangatnya di tangan ke arahku. Sepertinya, dia merasakan perubahan sikapku yang mungkin tak sehangat biasanya.

Ketika akhirnya kami sama-sama duduk di sofa, Bagas menggunakan waktu hening itu untuk mencuri pandang ke arahku yang masih saja tampak galau. Bagas pun akhirnya memberanikan diri untuk bertanya sambil meletakkan tangannya di atas pahaku. "Kamu kenapa sih?"

"Nggak apa-apa."

"Hm, perempuan kalau jawabannya 'nggak apa-apa' itu berarti 'ada apa-apa'."

"..."

"Aku nggak akan maksa kamu untuk cerita." Suaranya terdengar benar-benar kesal. "Tapi aku juga nggak akan berlama-lama di sini untuk menemani kamu yang lagi nggak enak hati. Aku nggak mau ketularan bad mood."

"..."

"Aku ke kamar dulu," pamit Bagas.

Ponselku yang sedari tadi tergeletak di atas meja tiba-tiba berbunyi nyaring, menandakan ada sebuah pesan Whatsapp yang kuterima. Kuusap layar benda itu dan rasanya jantungku berhenti seketika.

Sebuah pesan dari Caitlyn yang entah mendapatkan nomorku dari mana. Pesan itu berisi foto saat Aldo menciumku kemarin, tepat di ruangan ini. Foto yang sepertinya diam-diam diambil oleh Liz. Dan foto kedua yang membuatku paling syok, yaitu foto tumpukan surat rahasia yang kutulis khusus untuk Mama. Sepertinya, Liz menggunakan kesempatannya sebaik mungkin untuk menghancurkanku saat datang ke sini kemarin.

Serahkan Bagas padaku dan aku jamin, fotomu yang sedang berselingkuh itu nggak akan pernah dilihat oleh Bagas dan seluruh surat konyolmu ini juga nggak akan pernah sampai ke tangan Papa.

Berakhir sudah hidupku.

Jika Bagas melihat foto itu, sudah pasti dia akan menceraikanku karena menganggap selama ini aku hanya mmpermainkannya.

Jika Papa membaca semua surat itu, sudah pasti dia akan mencabut semua fasilitas kesehatan Bagas dan mendepakku dari rumah sakit miliknya, karena aku telah menipunya terang-terangan di depan mata.

"Maafkan aku," ucapku kalut sesaat sebelum Bagas benar-benar pergi masuk ke dalam kamar.

Terpana, dia hanya bisa menatap lekat-lekat ke arahku yang kini terlihat merasa bersalah setengah mati.

"Aldo ingin kembali padaku dan menikahiku," sambungku, kali ini dua tingkat lebih pelan. "Dia, dia datang ke rumah kemarin." Aku kemudian bercerita tentang kondisi keluarga Aldo yang kacau balau dan tentang mamanya yang merestui hubungan kami.

"Oh. Gitu."

Aku sungguh tak bisa berpikir jernih. Setengah bagian otakku memikirkan perasaan Bagas dan setengahnya lagi memikirkan berapa persen kemungkinan Caitlyn tidak memberikan tulisan-tulisanku itu pada Papa. "Aku harus gimana?"

[TAMAT] Married by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang