Chapter 38

4.8K 288 2
                                    

"Korban penembakan dengan luka tepat di leher dan mengalami pendarahan hebat," cerocos Ken, perawat lelaki dengan tubuh atletis mirip pemain basket NBA. Aku sempat melirik nama yang dijahit rapi tepat di bagian kanan atas seragamnya.

"Oh My God!" pekik Shia, seorang perawat yang tadi sempat berkenalan denganku saat Jenna mengajakku berkeliling, ketika melihat seorang lelaki tergeletak dengan leher berdarah yang menyembur ke segala arah.

"Cepat kita harus segera menghentikan pendarahannya!" pekik Josh, si Gerard Butler jadi-jadian. Lagi-lagi kali ini aku diam-diam membaca namanya di seragam biru yang ia kenakan. Oh, iya. Para dokter di sini sangat jarang terlihat mengenakan jas putih, apalagi saat bertugas di UGD.

Josh dengan cekatan berupaya menghentikan pendarahan korban. Sementara kami bertiga menyiapkan stretcher.

"One, two, three ..." Josh meneriakkan aba-aba sesaat sebelum akhirnya kami mengangkat tubuh lelaki malang bersimbah darah itu.

"Aku pegang kepalanya, kalian angkat lagi tubuhnya!" pekik Josh dengan suara lebih lantang karena posisi korban masih belum tepat. Dan kami berhasil pada percobaan kedua.

"Hei, anak baru, gantikan posisiku!" pinta Josh tiba-tiba.

Aku pun segera beringsut dan sedikit terhenyak ketika Josh menarik tanganku, kemudian mengarahkannya ke leher korban yang tengah ditekannya.

"Arahkan jarimu tepat di bawah jariku yang sedang menekan lukanya. Rasakan ada sesuatu yang bergerak-gerak seperti cacing. Itu adalah arteri karotid-nya. Tekan, karena sekarang jarimulah satu-satunya hal yang membuat lelaki ini tetap hidup!" ujar Josh padaku yang kemudian mengisyaratkan agar kami mendorong stretcher masuk dan menangani korban luka tembak itu dengan lebih intensif.

Tibalah kami di Blue Memorial. Tempat di mana umur seseorang diukur di sini dalam hitungan detik penuh keraguan antara hidup dan mati.

"I'm gonna need some suction!" pekik Josh yang memang sepertinya sangat hobi berteriak penuh semangat. "Hubungi T.T.A dan bank darah. Kami butuh sekitar 7 hingga 9 kantong O NEG, lalu siapkan ruang operasi!" lanjutnya ketika kami melewati meja Jenna.

"Seorang laki-laki, korban luka tembak dengan satu lubang di lehernya. Aku tak tahu apakah ada luka lainnya," kataku ketika kami akhirnya masuk ke dalam satu bilik yang sudah dikerumuni banyak petugas medis yang siap membantu kami.

"Siapkan NVP! RSI etomidate 20 miligram. SUX 140!" pinta Josh.

"Pasien kehilangan darah semakin banyak," ujar Shia yang berusaha membantu Josh menyiapkan segala peralatan. Ia agak berjengit ketika aliran darah lelaki itu semakin deras membanjiri lantai. "Perhatikan denyut nadinya, Dok!" pekik Shia yang sedang menatap tajam monitor di sampingnya.

"Hentikan kompresinya, Ken! Jantung pria ini membutuhkan lebih dari itu. Kita harus segera melakukan intubasi!" Josh panik. "Mana kantung darah yang aku minta dari tadi? Apakah ada yang bisa menjelaskan mengapa lelaki ini tak kunjung mendapatkan transfusi?" Josh naik pitam.

Dan entah apa yang merasukiku, tiba-tiba mulutku ini bicara seenaknya. "Tidak, Dok, kau tidak bisa melakukan transfusi darah ini padanya," kataku sambil mengangkat sebuah kotak berisi sembilan kantung darah golongan darah O negatif. "Transfusi darah sebanyak ini membutuhkan waktu lebih dari satu jam, padahal lelaki ini bahkan tidak memiliki sepuluh menit untuk bertahan dengan kondisi seperti ini. Aku yakin, dia akan kehilangan banyak darah lebih dari ini ketika kita sedang berupaya menjahit lukanya. Percayalah, sembilan kantung darah ini akan terbuang sia-sia membanjiri lantai, di bawah satu orang pria yang telah menjadi jenazah," jelasku.

Josh menatapku lekat. Kami semua seperti terkena sihir dalam waktu sepersekian detik. "Kamu benar," kata Josh. "Aku membutuhkan vas cath pada posisi L subklavian-nya dan beri aku semua larutan saline dingin yang tersedia. Aku akan mengganti semua darah yang dibutuhkan pria ini dengan larutan saline."

"Dok, apakah kau yakin? Pasien ini mengalami dekompensasi." Ken ragu.

"Tak ada pilihan lain, Ken." Josh terus berupaya tanpa ragu.

"Teori infus dingin. Larutan saline ini dapat mengakibatkan penghilangan animasi sementara melalui hipotermia. Secara teori, itu memberikan banyak waktu bagi para dokter bedah untuk memperbaiki arterinya," jelas Josh.

"Secara tidak langsung, kita membunuhnya untuk menyelamatkannya," tambahku yang diikuti anggukan kepala Josh.

[TAMAT] Married by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang