Chapter 27

5K 306 2
                                    

Aku beranjak dari tempat duduk, menyeret gadis yang wajahnya memerah itu masuk melewati pintu tangga darurat. Suaranya terlalu lantang untuk membicarakan hal sesensitif itu di rumah sakit. Apalagi, dia sudah menarik perhatian beberapa orang yang lalu-lalang di sana.

Amanda menjambak rambutnya sendiri. Ia terlihat sangat frustasi. Wajar saja jika ia bereaksi seperti itu karena Jordy telah menitipkanku padanya selama dia bertugas. "Kamu sudah bilang Jordy?"

"Baru akan," jawabku tenang sambil berpegangan pada besi dingin di sisi tangga yang catnya terkelupas. Tanpa sadar, aku justru menarik kelupasan itu hingga membuat tampilannya semakin tak sedap dipandang. "Jangan terlalu menganggap aku bodoh dan sembrono, Man. Aku nggak segila itu, meski ya ... bisa dibilang kegilaanku cukup meningkat tajam akhir-akhir ini."

Amanda menyandarkan punggungnya ke dinding. "Ceritakan rencanamu agar aku nggak perlu susah payah mengikuti langkahmu untuk menemui psikiater setelah semua masalah ini tuntas."

"Kamu ingat kalau aku masih punya Papa kan?" tanyaku dengan satu alis terangkat, menatapnya.

Kedua mata Amanda berkedip, tapi bibirnya membisu membentuk lingkaran kecil yang tak kupahami artinya.

"Aku anggap saja kamu ingat ya," kataku. "Papaku masih sering berusaha menghubungiku dan Kak Jordy. Dia masih saja berupaya untuk memperbaiki segalanya, tapi kami selalu menolak. Dan sekarang, aku pikir ini saat yang tepat untuk memberinya satu lagi kesempatan."

"Kamu mau dicoret dari KK sama Jordy?" Amanda melongo.

"Ya nggak apa-apa, kan sebentar lagi aku bisa bikin KK baru sama Bagas dan keluarganya," jawabku santai sambil pura-pura memeriksa kuku. "Aduh!" umpatku saat Amanda memukul kepalaku tanpa belas kasih sedikit pun.

"Bukannya kamu sendiri yang bilang, kalau papa kamu itu sudah hidup bahagia dengan keluarganya yang baru? Lalu, kesempatan seperti apa yang mau kamu kasih ke dia, Rei?"

"Uhm ... tentu saja sedikit kebohongan. Aku butuh uangnya dan juga rumah sakit miliknya untuk memberikan pengobatan terbaik sekaligus cuma-cuma untuk suamiku, Bagas," jawabku. "Oh, dia pasti bahagia banget karena mengira akhirnya aku mau berdamai dengannya setelah sekian puluh tahun berlalu."

"Aku curiga, otakmu sudah ikut hancur saat kecelakaan kemarin, Rei!" suara Kak Jordy terdengar begitu nyaring dari ponsel yang terjulur di tangan Amanda. Rupanya, diam-diam Amanda menelepon Kak Jordy saat aku tengah menjelaskan rencanaku padanya.

Aku menyambar ponsel itu dari tangan Amanda, mengusap layarnya untuk menonaktifkan mode speaker. "Kumohon sekali ini aja biarkan aku yang memutuskan jalan hidupku, Kak!" kataku setelah meletakkan benda itu di telinga.

"Tapi, aku ini Kakakmu, Rei! Aku wajib menuntunmu ke jalan yang benar!" dan ya, aku tahu bahwa ini adalah puncak amarah Kak Jordy yang sebenarnya bisa dibilang sangat jarang emosi.

"Ini jalan yang benar menurutku," jawabku.

"Tolong hentikan semua omong kosong ini, Rei! Pernikahan itu bukan untuk dipermainkan. Keputusanmu ini sama saja dengan bunuh diri!"

"Kak, aku masih akan tetap hidup dan baik-baik aja kok. Aku hanya ingin menukar hidupku dengan Bagas, cuma itu."

"Seumur hidup, Kakak nggak akan pernah merestui pernikahanmu ini! Ditambah lagi dengan keputusanmu untuk melibatkan Clark!"

"Kak, tolong pahami posisiku! Aku tahu ini keputusan besar dalam hidupku dan aku pun memutuskannya dengan sangat sadar! Asal Kakak tahu, aku melakukan ini semua bukan hanya karena Bagas dan keluarganya, tapi juga untuk keselamatan diriku sendiri. Aku harus pergi dari tempat ini dan menghilang, kalau aku nggak mau mati di tangan Brian atau bahkan papanya Aldo! Sudah cukup, Kak aku tersiksa karena ulah bajingan seperti mereka. Sudah cukup aku lari dan menderita sendirian di sini menghadapinya, sementara Kakak di sana hanya bisa marah-marah seperti ini!" emosiku meledak. "Dan jangan lupa, Kak, orang yang Kakak sebut Clark tadi masih orangtua kandung kita. Papa aku yang tentu masih berhak atas diriku, anak perempuannya."

"Jika kamu berani menentang Kakak, maka Kakak pastikan untuk nggak akan pernah lagi ikut campur dalam urusanmu. Urus semuanya sendiri. Apapun itu, Kakak nggak mau tahu!"

"Maaf, Kak, tapi aku nggak punya pilihan lain," kataku dengan napas terengah sambil menatap Amanda yang terdiam seribu bahasa.

Tak ada balasan suara dari seberang sana. Aku hanya mendengar helaan napas berat yang menguarkan aroma kekecewaan teramat parah. Dan beberapa saat kemudian, aku mendengar nada sambung yang terputus.

[TAMAT] Married by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang