Chapter 85

3.9K 167 0
                                    

Sejam kemudian, aku sudah berdiri di depan rumah Bagas dalam keadaan hampir membeku. Salju tiba-tiba turun, awalnya hanya angin dingin biasa tapi ketika tiba di sini, malah turun salju lebat. Aku sempat terpikir untuk masuk ke dalam rumah yang alamatnya kuketahui dari Papa. Dengan mudahnya ia percaya, bahwa aku perlu bertemu Bagas untuk membicarakan perceraian sekaligus pamit pada Ibu. Tapi, niat itu kuurungkan karena teringat seperti apa sikap Ibu terakhir kali bertemu denganku.

Aku mencari nama Bagas di phonebook dan menghubunginya. Di-reject.

Putus asa, aku lalu mengetikkan sebuah pesan via whatsapp. Semoga saja dia tidak memblokir nomorku juga.

Kamu benar, minta maaf nggak akan cukup karena itu nggak sebanding dengan luka yang aku torehkan di hati kamu. Tapi, untuk kesekian kalinya, aku akan kembali meminta maaf padamu karena sungguh, menyakitimu adalah hal terakhir yang ingin aku lakukan padamu. Aku juga minta maaf pada Tuhan karena selama ini selalu mengeluh, nggak kunjung diberi seseorang yang dicintai sepenuh hati, yang bisa jadi teman di kala susah maupun bahagia. Aku ternyata sudah bertemu dengan seseorang itu dan aku malah melepaskannya begitu saja. Aku cinta sama kamu, Gas. Seharusnya aku mengakui ini sejak awal. Tapi nggak. Yang aku lakukan justru membuat banyak hati terluka, termasuk hatimu. Aku bahkan nyaris melakukan kekeliruan fatal dengan hampir saja memutuskan tali ikatan pernikahan kita, menggantikan posisimu dengan orang lain. Thanks God, aku keburu sadar dan akhirnya mengakhiri hubunganku dengan Aldo.

Aku nggak bilang seperti ini supaya kamu merasa nggak enak hati dan terpaksa menerimaku kembali. Sungguh, bukan seperti itu. Aku bahkan sangat pesimis kamu masih mau bertemu denganku lagi (bukan mustahil, ini adalah pesan terakhir yang sudi kamu terima dari aku).

Sekali lagi, ini adalah permintaan maaf. Aku akan selalu mengulanginya berkali-kali sampai kamu merasa aku pantas mendapat maafmu. Atau mungkin nggak sama sekali ... bisa jadi. Karena aku keterlaluan padamu. Membuatmu jatuh cinta dan tak menghargainya sama sekali.

Aku minta maaf, Bagas. Sungguh.

Kepalaku terangkat setelah beberapa menit tertunduk untuk fokus menuliskan kata demi kata di ponselku itu. Hidungku hampir tersumbat seluruhnya. Bahkan, deru napasku mengeluarkan asap layaknya aku sedang merokok di tengah malam. Ponsel itu masih di tanganku. Aku menanti apapun dengan harap-harap cemas. Dan beberapa detik berikutnya, benda itu bergetar halus dalam genggamanku.

Kamu di mana?

***

[TAMAT] Married by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang