"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya dengan hidung bangir yang kembang kempis karena amarah.
"Hah? Harusnya aku yang bertanya seperti itu, Al!" tukasku kesal.
"Kamu dokter, tapi kenapa masih saja bodoh?!" sindirnya sambil memalingkan wajah.
"Oh, Tuhan, mengapa Kau ciptakan makhluk seperti Aldo yang jelas-jelas menyebalkan tapi masih saja tampak seksi?" batinku kacau.
Aldo benar, aku memang bodoh bisa jatuh hati pada lelaki sepertinya. Mungkin aku setengah alien atau setengah vampir. Ah, entahlah.
"Kenapa kamu bermain api dengan Papa?" tanya Aldo dengan rahang setengah mengatup keras. Dadanya mulai naik turun lagi.
Sesaat, aku hanya bisa membisu sambil menelan ludah dan berpikir cepat tentang sebuah jawaban yang bisa menenangkan Aldo. Namun, aku sadar tak ada satu pun jawaban yang bisa membuat lelaki ini tenang seperti biasanya.
"Aku harus menyepakati itu karena ...," aku berpikir keras sambil memalingkan wajah menatap sepasang suami istri renta yang tengah berjalan dan bercanda seolah dunia milik mereka. Kapan aku bisa seperti mereka? Tolong aku ya, Tuhan!
"Jawab dengan benar!" tiba-tiba Aldo mencengkeram pipiku dan memaksa kepalaku bergerak ke arahnya.
Wajah Aldo memerah seperti orang kesetanan. Tangannya merembet naik ke puncak kepalaku, menjambak rambutku kasar, kemudian menariknya ke belakang. Kepalaku tertarik kuat hingga setengah tubuhku terhuyung ke dadanya. Tidak, dia bukan sedang ingin memelukku. Aldo sepertinya ingin membunuhku. Tanganku pun segera mencengkeram pergelangan tangan Aldo dan mencoba menancapkan kukuku yang tak pernah panjang itu, mencoba menembus kulitnya meskipun aku sadar itu akan sia-sia.
Aldo melepaskan rambutku, tapi ia malah memukul wajahku dengan kepalan tangannya yang terasa seperti bongkahan batu besar di wajahku. Seketika, tak ada rasa apapun selain tubuhku yang terjengkang hingga kepalaku menghantam pintu mobil. Perlahan tapi pasti, rasa sakit menjalar di hidung dan pipi sebelah kananku. Pandanganku tak sejelas sebelumnya. Aku mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba tetap tersadar. Aldo masih menatapku dengan satu tangan terjulur ke arahku. Refleks, aku menutup kedua mata hingga kemudian terdengar suara pecahan kaca.
"Bajingan! Mati kamu!" suara Amanda menjerit di tengah kesadaranku yang kian berkurang.
Aku membuka mata dan melihat gadis itu sedang memukuli Aldo menggunakan kayu dengan dua orang petugas keamanan rumah sakit di dekatnya. Mereka mencoba mengamankan Amanda agar berhenti memukuli Aldo melalui jendela yang kacanya telah berserakan. Aldo berusaha menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan menghindar dari amukan sahabatku itu, hingga akhirnya pintu itu berhasil dibuka oleh salah satu petugas dan Aldo ditarik keluar.
Amanda, Resti, Prita, dan beberapa orang perawat lainnya menghambur ke arahku. Membuka pintu yang kusandari saat itu dan menangkap tubuhku.
"Stretcher!" pekik Amanda menarikku keluar dibantu oleh Resti.
Pandanganku tak mampu lagi menerjemahkan apa yang sedang terjadi. Aku hanya bisa merasakan beberapa orang menaikkan tubuhku ke atas stretcher dan mendorongnya tergesa. Tanganku menyentuh wajah dan hidungku yang terasa sangat nyeri. Basah dan lengket.
"Harusnya aku tak membiarkan bajingan itu membawamu!" gerutu Amanda setelah akhirnya masuk ke dalam ruangan tindakan.
Beberapa orang memindahkanku dan mulai menangani lukaku satu persatu.
"Demi Tuhan, aku akan membuatnya dipenjara seumur hidup!" Amanda masih sibuk memaki sambil membersihkan lukaku dan melihat kerusakan yang telah dibuat Aldo menggunakan senter kecil.
"Dia terlalu tertekan dan dia membutuhkan pelampiasan," kataku lirih.
Amanda membanting senter yang tengah dipegangnya, "Kamu bukan pelampiasan!"
***
Terima kasih sudah membaca Married by Accident.
Jangan lupa vote dan comment, ya! :)
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT] Married by Accident
RomanceKisah tentang seorang dokter muda bernama Reinayya yang dihadapkan pada satu kenyataan tragis. Gadis itu harus mengganti segala kerusakan, sekaligus bertanggungjawab untuk biaya pengobatan Bagas sekeluarga, korban kecelakaan yang disebabkan karena u...