"Gue bisa bantu apa?""Kalau gak gue yang mutusin dia. Oke, dia yang mutusin gue. Kasih tau gue gimana caranya supaya dia enek sama gue, ilfil sama gue, benci sama gue, eh jangan ding. Jangan benci, ntar dia bisa dendam lagi sama gue. Pokoknya kesel sama gue, bosen sama gue, sampe dia bakalan pengen mutusin gue, itu aja. Gue gak mau terikat sama dia lebih lama lagi. Lo bisa kan?"
"Oke deh, gue bantuin lo. Tapi apa lo gak mikir gimana perasaannya Okta, ntar?"
"Satu-satunya orang yang ngerti banget sama sifatnya Kak Shani dan gimana perasaan gue selama jadi pacarnya itu Okta, Bung."
Bunga, dengan wajah kesal melempar Gracia dengan tisu, yang habis dipakai bekas ngelap ingusnya. Katanya lagi pilek, ketularan penyakit flu yang merajalela karena ini musim pancaroba. "Jangan panggil gue kayak gitu lagi, bisa gak? Gue berasa jadi Bung Hatta sama Bung Karno tau gak! Panggil gue Bunga, ada A-nya! A! Lo gak budek, kan? B-U-N-G-A. Bunga, bukan Bung aja,"
"Alah, kepanjangan. Panggil Kam aja ya, buat Kamboja."
"Gue berubah pikiran. Gue gak jadi bantuin lo deh."
"Iya-iya Bunga, hehe." Cengir Gracia. "Jangan sensi dong, kayak emak-emak lagi PMS."
"Ck, kalau gitu, kenapa lo gak minta bantuan Okta juga? Dia kan yang malah jadi sahabat lo sejak SMA, tau dong, gimana awal hubungan lo sama Kak Shani dari nol. Dia adeknya Kak Shani pula."
"Justru itu, dia adeknya Kak Shani. Gue canggung dong, mau minta bantuan sama dia buat bisa putus dari kakaknya? Udah deh lo aja, gue tuh gak enak sama Okta. Dia pernah berharap banget supaya gue bisa terus jalan sama Kak Shani. Dia bilang, Kak Shani bisa berubah karena gue. Berubah apanya? Dari sudut manapun gue lihat, Kak Shani tuh udah kayak begitu sifatnya, susah dirubah."
Selama beberapa detik kemudian, Bunga merenung. "Jadi, selama ini.. gue pikir lo beruntung bisa pacaran sama dia."
"Gue cuma berusaha sabar. Tapi, kesabaran kan ada batasnya. Gue gak bisa bertahan lebih lama."
Bunga melangkah untuk duduk di samping Gracia, memeluknya dari samping. "Selama ini lo menderita ya, duh, kasian. Sini-sini Bunga kasih kehangatan."
"Dia tadi barusan abis nelfon gue. Padahal gue pikir, kita udah lost contact."
"Bilang apa?"
"Gak tahu. Gak jelas. Katanya bakal ada kiriman. Dia tuh emang suka sok misterius."
"Oh ya, dia bentar lagi lulus, kan?"
"Hm, lagi ngerjain skripsi katanya."
"Kalian selisih berapa sih?"
"Dua tahun. Pertama gue ketemu dia, dia udah jadi mahasiswa. Waktu itu gue masih SMA."
"Oh, gitu. Apalagi yang bikin lo pengen cepet putus dari dia?"
"Gue tau dia bermasalah. Dia gak ketebak. Kadang hangat, tapi lebih sering bersikap dingin. Dia selalu gak inget sama ulang tahun dirinya sendiri, apalagi anniversary. Boro-boro inget, ngerayain aja gak bakal kalau aja si Okta gak maksa dia buat bikin party. Dia gak merugikan gue sih, tapi, dia selalu bersikap aneh. Gue pernah ketemu sama dia yang care, baik, ramah, sopan, dan yang paling penting, keliatan cinta banget sama gue. Tapi gue juga pernah ketemu sama dia yang cuek, gak peduli, kasar, egois dan yang paling bikin takut, gak punya empati dan simpati sama orang lain. Disitu gue sadar, Kak Shani tuh beda. Gue merasa gak nyaman dengan sisi anehnya."
"Bipolar? Kepribadian ganda? Masa' sih?"
"Lo tau? Ada cowok yang pernah godain gue di sekolah waktu gue kelas tiga SMA. Tuh cowok selalu gangguin gue, dan gue gak suka itu. Pas Kak Shani tahu, besoknya, gue lihat cowok itu babak belur dan selalu takut banget setiap papasan sama gue. Pas gue omongin, dia langsung kabur gitu aja. Terus, pada akhirnya gue minta tolong ke Okta buat nanya ke dia, Okta bilang, tuh cowok abis dikeroyok preman yang nyuruh dia buat gak gangguin gue lagi kalau dia masih pengen hidup di dunia ini. Gue yakin orang-orang itu suruhannya Kak Shani. Serem, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Shani ✔
Fanfiction[COMPLETED] "Gre, she loves you" "Who?" "Kalva Shani Indira. Siapa lagi?" "So.... What? Rasa suka aku udah hilang semenjak aku tahu siapa Kakak yang sebenarnya" ### Menjadi pacar Shani mulanya membuat Gracia hanya merasa muak. Tidak sampai ia tahu j...