"Dyo, udah cukup."
Yang dipanggil menoleh heran kepada Elaine. "Apa sih? Gue ini cuma ngomong fakta, kalian semua suka protes kalau gue ngomong tanpa ada bukti. Nah ini, buktinya tepat di depan mata, kenapa aja kalian masih protes kalau gue ngomong gitu?"
Nadse menggeram ikut menimpali. "Lo udah kelewat batas. Mulut lo tolong dikondisi-"
Semua mata sontak menoleh melihat Gre yang tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya. Bahkan Nadse sempat terdiam dan memotong ucapannya sendiri saking merasa kaget dan penasaran dengan apa yang akan dilakukan Gracia.
"Gak usah banyak bacot. Kita berangkat sekarang." Gracia menatap semua mata dengan tatapan datar, jelas sekali lihat, ia dapat mengendalikan emosinya dengan baik dibanding Shani yang hampir saja mau membalikkan meja di depannya beberapa detik sebelum Gracia berdiri di sampingnya. Kemudian Gracia tersenyum seolah ia baru saja tuli dan tak mendengar apapun, seperti pura-pura tidak tahu dengan apa yang baru saja diungkapkan Dyo di hadapan semua orang. "Jadi, kan?" Tanyanya dengan nada terkendali.
"Jadilah." Kata Nadse sambil melirik sinis kepada Dyo. Memberi gestur menyalahkan.
Shani sedang meminum minuman pesanannya saat ia menangkap ekspresi Dyo yang tengah mengerjapkan mata. Seolah ia baru sadar akan sesuatu.
Dyo membasahi bibirnya dan mulai menatap tidak enak kepada Gre. Ia lupa jika ada sahabatnya di sini yang mungkin akan segera membencinya setelah segala pikiran buruk dan tertutup yang ia utarakan barusan telah menyinggung perasaannya. Dyo tidak bermaksud menyakiti Gre, sumpah. Point utamanya sedari tadi hanyalah sibuk memikirkan bagaimana reaksi Shani. Dyo tidak ingat jika ada Gre pula yang ikut mendengar argumen judge mentalnya barusan.
Apa yang kini sedang ada di dalam pikiran Gre?
Shani kini menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Ia bersedekap dan memutar bola mata atas semua pendapat tidak penting orang-orang yang tidak dapat berpikiran terbuka.
Close-minded. Dasar orang-orang yang suka berpikir sempit.
Bukankah ini hidupnya? Seleranya? Apa yang membuatnya bahagia?
Lalu kenapa orang-orang seperti Dyo harus peduli dan merasa menjadi manusia paling suci dan tak berdosa? Karena prinsip hidup setiap orang itu berbeda, inilah kaitannya dengan sikap saling menghargai. Apa salahnya dengan kebahagiaan yang ingin diraih itu berbeda, bertentangan dengan aturan hidup biasanya. Tapi dalam dunia yang ramai manusia menjalani hidup yang berdampingan satu dengan lainnya, maka menghormati setiap pilihan yang ada bukanlah konsekuensi yang akan menimbulkan bahaya.
Jadi, resiko apapun tidaklah Dyo yang kan menanggung. Namun mengapa ia harus bersusah payah mengatur hidup orang lain? Bukankah itu menyia-nyiakan waktu?
Ah, mungkin bagi seseorang seperti dirinya yang tidak punya banyak kesibukan, itulah caranya menghabiskan waktu. Karena mudah sekali memang untuk meneliti orang lain, tapi mereka lupa bercermin dan intropeksi diri.
Shani kembali menunjukkan sikap sedingin mungkin saat matanya saling menangkap dengan cowok itu. Dan Gracia terlebih dulu menyela Dyo yang hendak bicara saat membuka mulut dengan perintahnya yang dari nada suaranya seolah harus dilaksanakan saat itu juga.
"Lo jalan duluan Dyo!"
Darimana Gre belajar untuk bersikap tegas seperti itu?
Tapi dari semua hal yang terjadi, Shani yang paling tahu jika Gre pasti sedang pura-pura tegar sekarang.
Banyak yang tidak peduli dengan pendapat negatif orang lain disekitar kita, seperti halnya Shani. Namun ini Dyo, sahabat Gre sendiri. Bagaimanapun perasaan Gracia sekarang, Shani dapat mengerti. Itu sebabnya ia ikut merasa marah bukan hanya karena ia telah dihina, tapi karena Dyo telah menyakiti orang yang sangat ingin dibuatnya bahagia.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Shani ✔
Fanfic[COMPLETED] "Gre, she loves you" "Who?" "Kalva Shani Indira. Siapa lagi?" "So.... What? Rasa suka aku udah hilang semenjak aku tahu siapa Kakak yang sebenarnya" ### Menjadi pacar Shani mulanya membuat Gracia hanya merasa muak. Tidak sampai ia tahu j...