Part 22

12.1K 941 78
                                    

Gracia seperti sedang terseret ke dalam sebuah mimpi. Mimpi yang sangat manis. Mimpi yang berwarna-warni, seperti penuh dengan kenyamanan.

Tapi, mengapa?

Mengapa Shani tidak sesering ini menunjukkan hal-hal yang indah kepadanya? Mengapa baru sekarang?

Ciuman itu begitu membuai. Gracia tidak pernah merasa hal yang seperti ini sebelumnya. Dia dapat merasakan satu tangan Shani di tengkuknya. Ia dapat merasakan betapa tidak ada lagi jarak di antara mereka.

Dinginnya kaca mobil dari luar yang masih basah, begitu terasa sekali di lengannya. Meski udara juga terasa dingin, Gracia tidak tahu apa yang membuat hatinya malah menghangat. Ciuman itu berlangsung begitu lama atau entahlah. Seperti Gracia punya waktu saja tuk menghitung dalam hati per menitnya. Ia sedang sibuk sekarang.

Shani tidak membiarkan bibir mereka terlepas meski hanya sedetik. Terus melumat, menggigit, menautkan lidah. Mengecap basah mulut Gracia. Menginvasi segala yang dapat dijangkaunya. Menyatukan air liur, mengabsen saliva bertemu dengan saliva.

Susah payah Gracia untuk masih berdiri. Seandainya Shani tidak menahannya, bisa dipastikan ia dapat terjatuh kapan saja oleh karena kedua kakinya kini telah seperti jelly. Perasaan macam apa ini? Mengapa dalam hal apapun Gracia selalu saja merasa Shani begitu memegang semua kendali dirinya?

Shani akan mengingat semua ini dalam jangka waktu yang panjang. Dalam sebuah memori lama, malam terindah yang ia punya. Ia bersama Gracia, mencoba menebus waktu. Menuju sebuah tempat dimana manis bibir Gracia akan selalu mengingatkannya pada aroma tubuh Gre yang memabukkannya. Shani sangat ingin berharap, andai saja waktu dapat berhenti saat ini juga.

Jika bukan karena satu tangan Gre yang sedikit mendorongnya dengan lemah, karena kehabisan nafas, Shani tidak akan memberi sedikit celah ataupun jarak macam apapun.

Demi melihat wajah merah Gracia yang terus menatap ke bawah seakan menghindar dari dirinya, Shani tersenyum kecil. Gemas dalam hati. Dirinya dan Gre, dengan nafas yang masih memburu, masih berhadapan satu sama lain. Dengan tatapan Shani yang tak pernah lepas dari gadisnya.

Setelah merasa cukup ia mengambil oksigen, serta untuk membuat hatinya lumayan bisa tenang. Dan jantungnya telah ia jinakkan. Gracia meneguk ludah sebelum bertanya, "Jadi," Ia berdehem. "Kita gak jadi putus?" Tanyanya dengan wajah polos yang begitu lucu di mata Shani.

Tangan Shani terangkat untuk mengusap bibir Gre. Lalu mengecupnya satu kali, "Masih berani nanya?"

Gracia menggigit bibirnya.

Kedua alis Shani berkerut tidak suka, "Jangan gigit punyaku." Katanya sambil mengusap bibir Gre sekali lagi.

Wajah Shani serius sekali. Gracia memperhatikan garis wajah pacarnya lebih dekat. Ia baru sadar ternyata Shani jauh lebih cantik jika dilihat dari jarak seperti ini.

Kesadaran itu membuat dirinya merasa sedikit minder. Perlahan, Gracia menunduk menatap kedua ujung sepatunya yang bersentuhan dengan kedua ujung sepatu Shani. Satu tangan Gracia yang sedari tadi memegang ujung jaket Shani mengeratkan cengkramannya. Ia berbisik, "Kenapa harus aku orangnya? Kenapa harus Gracia yang Kakak pilih, buat jadi pacar Kakak?" Apakah karena ia gampang dibodohi dan dimanfaatkan? Entah mengapa pemikiran itu cukup membuat matanya kembali memanas. "Kenapa Kakak mau sama Gracia?" Cicitnya.

"Hm?" Shani memiringkan kepalanya. Kedua tangannya bergerak menangkup pipi Gre. Lalu mengusapnya lembut seolah ingin menghapus sesuatu. "Maaf tadi udah bikin nangis." Ucapnya, sama sekali tidak menjawab pertanyaan Gre. Membuat Gracia menjadi semakin gelisah.

"Tau gak, kenapa gue gak mau kita putus? Kenapa gue marah saat denger kamu minta itu?"

Gracia menggeleng. Ia sedikit tersentak saat kedua tangannya dibawa menuju kedua saku jaket Shani. Membuat posisinya sekarang seperti sedang memeluk pinggang Shani. "Karena gue mau kita bisa kayak gini," Shani melangkah maju untuk memeluknya. Membuat dagu Gre bersandar di bahunya. Membuat Shani sedikit menunduk untuk menghirup leher Gre. Menciumnya, memberinya beberapa kecupan lembut. "Tanpa harus merasa canggung."

Pacar Shani ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang