Part 46

10.6K 910 356
                                    

Dyo mengakhiri panggilan dari Nadse lewat ponsel milik Okta secara sepihak begitu ia melihat punggung Gracia dari jarak yang lumayan jauh. Tangan kanannya yang masih memegang ponsel di samping telinga perlahan menurun saat Gracia berbalik, dan Dyo tersenyum lebih karena merasa lega dan senang bisa mengenali gadis itu dari kejauhan.

Dyo dapat merasakan tatapan tajam Gracia yang menembus jiwanya. Pandangan mereka saling bertemu. Untuk beberapa alasan, Dyo membiarkan mereka saling bersitatap sebentar saja.

Dilihatnya saat Gracia mulai melangkah pelan tapi pasti menuju dirinya dengan mata yang tak pernah putus tuk terhubung satu sama lain. Menyiratkan banyak hal yang ingin diungkapkan dari masing-masing pemiliknya.

Mengapa atmosfer suasana seolah bisa sedramatis ini? Apakah karena Dyo merasa, Gracialah orang yang dulu bertemu dengannya, sekarang pun juga kembali bertemu dengannya, seolah mereka akan terus bertemu entah sejak ia berumur satuan tahun, belasan tahun, and now?

Namun Dyo tersadar jika selama itu, baru sekarang Gracia tak membalas senyum dari dirinya yang menyapa gadis itu.

Gracia sudah dua langkah berjarak di hadapannya. Dyo diam-diam menggigit lidahnya sendiri. Gracia sekarang, akankah masih menjadi sahabatnya? Karena visual gadis di depannya adalah gadis yang selama ini selalu ada untuknya sebagai sahabat yang sangat dekat, bukan?

Gre hanya menatapnya sekian detik ketika itu, kemudian ia menunduk sebentar, lalu menatap mata Dyo lagi. "Ikutin gue," Gracia menoleh ke samping kanan. "Di sini ramai."

Dyo mengikuti langkah Gracia dari belakang. Seperti sebuah déjà vu saat ia pernah berjalan sambil menatap punggung anak kecil perempuan dengan rambut yang diikat ekor kuda, dan tas sekolah bergambar Barbie dengan warna pink yang mencolok.

Bedanya saat itu si anak kecil yang ia ikuti dari belakang dengan langkah malas berbalik sekilas tuk berseru, "Buruan dong, ntar telat. Lo jalannya lambat banget sih, kayak kura-kura!"

Dyo terperanjat begitu langkah Gracia berhenti dengan satu hentakan yang keras, dan ia pun juga ikut berhenti. Mungkin karena lamunannya tadi, ia tak mengira bisa sejauh ini jarak langkahnya dengan kecepatan berjalan Gre yang tipikal orang gak sabaran.

Gracia menoleh ke belakang. "Like a turtle, lelet banget sih lo! Buru napa, we have no time!" Tatap Gracia kesal dengan lirikan sinis yang mencemooh.

Dyo tersentak di tempatnya berdiri. Seketika ia tersenyum lebih lebar, membalas dengusan Gracia dengan melangkah lebih cepat dan menyusul berjalan di sampingnya. Ingin sekali Dyo mengalungkan lengannya pada bahu gadis yang sedang memutar bola mata itu, menunjukkan keakraban dan kedekatan sehingga ia tak perlu merasa asing. Namun Dyo paham, mereka berdua sedang bermasalah.

Mungkin nanti, ia bisa dekat dengan sahabat tersayangnya tanpa merasa canggung seperti ini, setelah ia menjelaskan semuanya. Iya, begitu.

Gracia membawanya menuju tempat yang lebih gelap, lebih sepi, lebih jauh, dan jarang dilewati orang di sudut belakang rumah sakit.

Mungkin Gracia butuh tempat yang lebih pribadi untuk berbicara, pikirnya.

Saat Gracia sudah berbalik dan menatapnya yang merasa canggung duluan, Dyo pun segera memulai pembicaraan.

"Gre maafin gue. Gracia, gue butuh lo buat dengerin semua penjelasan-"

Dyo mengernyit saat Gracia melepaskan cekalan kedua tangannya di bahu sahabatnya itu, "Gue udah tau kok. Lo gak perlu jelasin apapun." Mata Dyo meredup, ia mulai kehilangan harapan bahwa dia bisa termaafkan.

Gracia tersenyum masam. "Gue udah maafin lo." Kedua pipinya menggembung karena bibirnya yang mengerucut, terlihat masih merasa kesal.

Mata Dyo kembali berbinar. Serius? Semudah itu? "Gue beruntung punya sahabat pemaaf kayak lo, Gre." Senyumnya bersyukur masih dengan rasa tak percaya.

Pacar Shani ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang