Shania memicingkan mata melihat cowok bermotor yang sedang berhenti di seberang jalan. Kayak kenal motornya deh, cowok itu membuka helm. Dari kejauhan saja, jantung Shania sudah berdentum hebat, seperti mencelos dari tempatnya. Itu Boby! Boby yang sudah terlanjur melihatnya!
Sadar jika Boby sedang mencoba menyebrang jalan dan berjalan ke arahnya. Gak mungkin Shania kabur dengan mobil dan membuatnya harus menyebrang jalan yang sama untuk mencapai mobilnya. Ntar, malah papasan lagi. Jadi secara reflek, ia pun berpikir mau kabur aja. Lebih praktis dan efisien disaat saat yang lagi genting seperti ini.
"Bang, udah kan? Ini, ambil aja kembaliannya."
Dengan menenteng 2 bungkus martabak di satu tangannya, Shania pun mulai berjalan cepat kearah yang berlawanan.
Saat ia menoleh ke belakang, Boby juga masih menguntitnya. Masih berusaha mengejarnya.
TIIIIITTTT TIIIIITTT
"WOY MOTOR SIAPA INI? NGEHALANGIN JALAN WOY! SIALAN, GUE BISA TELAT."
TIIIITTT TIIIITT
Beruntung, kekacauan di jalan itu menyelamatkan Shania. Boby, dengan perasaan enggan setengah mati segera mengurus motornya yang ia parkir memotong jalan, mungkin karena terburu mengejar Shania. Begitupun, Shania yang punya kesempatan melarikan diri segera mengendap-endap di kerumunan orang yang berjubel di pusat kota.
***
Shania yang setengah linglung tengah berjalan sendirian masih sambil menenteng plastik di tangan kanannya. Pikirinnya sedang tak ada di sini. Ia tak sadar telah melewati jalan yang ramai, dan kini ia berada di gang kumuh yang sepi dan gelap.
"Gue ngapain ke sini?" Shania menggeleng miris, ia menyesal buru-buru kabur dari Boby. Harusnya, dia gak perlu kabur. Buat apa dia kabur, memangnya siapa yang bersalah di sini? Harusnya Shania menghadapi Boby dengan berani. Kan, bukan dia yang salah, ngapain malah dia yang kabur seolah menunjukkan kalau dia orang yang bersalah dalam masalahnya?
"Iya, ya? Kenapa gue bisa nyasar sampai di sini coba?" Shania mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Lengang. Hening. Suara decitan tikus di balik tong kosong terdengar nyaring dan mengagetkan. Sepi. Shania juga mendengar suara raungan kucing. Mengeong dan melompat di belakangnya. "Tempat macam apa sih, ini?" Gumamnya terheran-heran.
Ia berpikir hendak menyalakan ponsel, ceritanya mau nanya google maps dan mencari tahu dimana keberadaannya untuk kemudian mencari mobilnya. Mungkin di sana tadi Boby sudah pergi. Kalau tidak pun, dia tak akan mencoba lari lagi darinya. Shania tak menyangka ia bisa sebodoh ini memilih kabur seperti maling.
Baru saja Shania menyalakan senter karena saking gelapnya tempat itu, ada suara gaduh yang terdengar samar di depannya. Shania mencoba mendekat kearah sumber suara.
Tenggorokan Shania tercekat. Ia melihat seorang pria bertubuh besar yang mengarahkan pisau tajam kepada cewek yang Shania kira seusia Gracia di depan matanya sendiri. Meski masih terbilang cukup jauh jarak antara dirinya dan kejadian dalam TKP itu, tapi tetap saja Shania merasa tak bisa tinggal diam dengan hal ini.
Ia teringat Gracia dan kecerobohannya. Ia tidak mungkin bisa membayangkan ketidakberdayaan adiknya jika situasi yang sama terjadi kepadanya.
"Berikan semua harta benda lo sekarang." Ancam pria itu.
Si cewek terlihat takut-takut, ia semakin terpojok dengan posisi yang tidak menguntungkan. Saat pisau itu semakin maju dan semakin maju kearahnya, ia terjatuh, menimbulkan kegaduhan yang menggema.
Cewek itu berteriak.
"DIAM LO!" Pisau itu berhasil menggores lengannya. "Kalau lo gak mau mati dan berakhir di tempat ini dengan cara yang mengenaskan, lo gak akan teriak minta tolong lagi, gak ada yang bakal denger juga," Ucap si pria sambil tertawa mengerikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Shani ✔
Fanfiction[COMPLETED] "Gre, she loves you" "Who?" "Kalva Shani Indira. Siapa lagi?" "So.... What? Rasa suka aku udah hilang semenjak aku tahu siapa Kakak yang sebenarnya" ### Menjadi pacar Shani mulanya membuat Gracia hanya merasa muak. Tidak sampai ia tahu j...