Part 17

11.8K 1K 48
                                        

Miris.

Kalau begini caranya, mau sekeras apapun Gre berusaha mendongakkan kepala, sambil loncat-loncat ataupun jinjit-jinjit di antara kerumunan mereka, sama saja bohong. Bikin males. Ngapain pula Gre harus rela sumpek-sumpekan gini cuma karena Shani?

Tapi...

Iya tapi, kalau Gre nekad memutuskan untuk gak nonton pertandingan dia, semuanya bakal kacau balau. Huft, Gre benci terlihat seperti orang yang tidak berdaya yang harus selalu bergantung kepada Shani. Apa-apa harus ijin ke Shani. Bahkan untuk ke ultah sahabat karibnya. Keterlaluan. Mau bagaimana lagi, Shani yang memaksa Gracia agar selalu bergantung kepadanya. Dia selalu mencengkram Gre kuat-kuat. Apakah itu yang namanya cinta?

Jangan bercanda. Semua itu terdengar lebih seperti obsesi gila.

Shani bukannya ada rasa, dia pasti cuma terobsesi. Pikir Gre.

Saat Gracia mencoba membelah kerumunan, tubuhnya yang kecil terdorong-dorong. Tergeser ke samping kanan maupun kiri. Susah sekali mencari celah. Apalagi saat ada pemain yang berhasil memasukkan bola ke dalam ring, kerumunan semakin heboh tak karuan, suasana menjadi semakin riuh. Membuat Gracia berdesis menahan sakit karna teriakan orang sebelah yang tepat masuk ke telinganya. Semua ini sangat mengganggu. Belum pula kakinya yang harus terus bergerak tuk menghindari injakan dari kaki orang lain, Gracia tak tahan untuk tidak berdecak kesal.

Ini dia setitik perjuangan dari banyak perjuangan yang dia lakukan selama menjadi pacar seorang Shani.

"Ini lagi nonton basket berasa kayak lagi nonton konser di tengah tawuran deh, liar semua penontonnya." Gerutu Gracia.

Begitu saja tubuhnya terjatuh, Gre tak sempat berpikir dua kali saat meraih sebuah tangan yang terulur sempurna di depan wajahnya. Ditariknya Gre oleh tangan lelaki itu lewat genggamannya menuju tempat yang agak jauh dari lapangan. Lama kelamaaan, suara bising dari arena pertandingan jadi semakin samar terdengar.

"Iya gue makasih tapi bentar bentar. Lo siapa sih? Seenaknya aja narik gue ngejauh. Lepas gak!" Tangan Gre yang lain mencengkram bahu si empu tangan. Membuat lelaki itu menoleh dan berbalik.

"Bisa gak sih kalau hidup dan umur lo udah tua, jangan ngapa-ngapain tuh masih suka kayak anak kecil? Berdiri disenggol dikit aja jatuh, kalau gak ada gue badan lo bisa jadi kayak apa nanti, hah? Remuk ntar. Tipikal Gracia, selalu ceroboh."

Gracia menganga kaget, hendak melayangkan protes. "Lo!" Ia kehilangan kata-kata. Untuk memaki saja Gracia seperti lupa bagaimana caranya. Gracia kenal wajah itu, suara itu, dia kenal bahkan sejak dia mulai suka main jodoh-jodohin boneka Barbie sama Ken setiap sebelum tidur dan main masak-masakan sama tanah liat dan lumpur. Saat tersadar, Gracia langsung memasang wajah marah dan tak terima. Antara pengen kesel tapi di sisi lain dia bahagia bisa bertemu kembali dengan sahabat kecilnya.

"Jangan marah dulu. Lo kudu antri. Dengerin dulu kekesalan gue, abis itu lo."

Sentakan tangan Gracia membuat lelaki itu mendengus. "Gue tau lo marah karena gue gak ngasih tau kalau liburan kali ini gue pulang ke Indonesia. Tapi, gue gak bermaksud bohong kok. Gue cuma.."

"Cuma?"

"Cuma mau surprise-in lo. So, surprise!" Lelaki itu merentangkan tangan sambil nyengir. Dikiranya lucu.

Tapi, Gracia juga gak tahan pengin tersenyum geli. "Wow, gue tercengang! Dyo, kalau bukan karena lo sahabat gue dari kecil, udah mau gue maki tau gak lo! Seenaknya aja narik-narik gue ke sini."

Dyo mendorong kepala Gracia dengan telunjuknya. "Lo tuh yang dodol, bego. Kalau mau jatuh, bilang permisi dulu kek, milih tempat kek. Kalau lo kenapa-napa gue juga yang susah."

Pacar Shani ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang