"Hoaaamm." Shani melihat Gracia menguap.
"Ngantuk ya?"
"Iya nih, biasa di rumah bobo'nya masih kayak anak kecil. Gak boleh terlalu larut malam, jadi kebiasaan deh." Salahkan kakak perempuannya yang masih menetapkan aturan gak seru yang satu itu.
"Yaudah tidur aja, ntar pas udah sampai, gue bangunin."
Gracia hanya tersenyum. Dengan kepala yang terkantuk-kantuk, ia menyandarkan punggungnya pada kursi. Ia hampir saja mau tidur saat ia merasakan satu tangan yang melingkupi kepalanya dan tubuh yang mendekat kepadanya.
Kepalanya kini telah bersandar di bahu seseorang yang bukan dirinya. Ia tak jadi bisa konsen masuk ke dunia mimpi. Dalam batinnya, dia berpikir dengan heran. 'Ini yang modus ceritanya gue apa dia sih?'
Gracia dapat merasakan tubuh Shani yang tegang mencoba bergerak mencari posisi duduk yang senyaman mungkin. Ia dapat merasakan helaan nafas teratur dari mulut perempuan itu yang dapat membuat rasa kantuk kembali muncul.
Bisakah dunia bergerak sepelan mungkin, di saat-saat yang seperti ini?
Diam-diam, Gracia tersenyum kecil.
***
Shani mengangkat telpon yang menghubunginya, "Halo? Iya, semuanya berjalan sesuai dengan apa yang saya inginkan. Terima kasih karena telah memberikan semua yang saya butuhkan malam ini. Jujur, saya terkesan. Semuanya tepat waktu, mulai dari payung, ban mobil, jaket, sampai dengan taksi ini." Shani terkekeh. "Maaf, jika pada keinginan untuk memberhentikan semua kendaraan umum itu berjalan dengan tidak mudah. Tapi dari itu semua, saya merasa puas dengan kinerja dari orang-orang anda."
Suara dari Darka terasa begitu khas."Kamu tau ini semua tidak gratis, kan? Kamu harus membayar ini suatu saat nanti,"
"Baik. Saya bisa lakukan apapun. Selain dengan membunuh orang lagi, saya kira saya bisa melakukannya."
"Selamat bergabung, Alva. Senang bekerja sama dengan kamu."
Sambil tersenyum masam karena kembali mendengar panggilan itu, Shani memutuskan sambungan. Ia melirik si supir yang sedari tadi mendengar semua pembicaraannya.
Supir yang merupakan kedok dari seorang pengawal itu, bertanya sebelum matanya menangkap Gracia yang terlihat pulas dalam tidurnya. "Langsung putar balik aja, atau sekalian sampai pohon tumbang?"
"Sekalian aja, kan emang gunanya itu buat ngulur waktu, paling 10 menit lagi sudah sampai, baru nanti kita putar balik."
"Bolehkah saya bertanya satu hal?" Tanya pengawal itu dengan gugup, mungkin, saking penasaran dengan jawaban apa yang akan dia dapatkan, tanpa menunggu Shani berkata 'iya' , dia sudah melanjutkan, "Kenapa kamu mau melakukan pekerjaan itu? Sebagai.. ya kamu tahu sendiri-lah."
Karena mood Shani sedang berjalan baik, ia tersenyum kecil. Tangannya bergerak mengusap rambut Gracia beberapa kali. "Karena saya membunuh orang-orang yang tidak berkepentingan hidup dan layak bernafas di dunia ini."
"Memangnya apa kesalahan yang telah di perbuat oleh Widjaya?"
"Dia sudah hampir membunuh bos-mu sekaligus putrinya. Jika sekarang dia masih hidup, dia akan mencoba membuktikan kemampuannya dengan melaksanakan tugas yang belum dapat terlaksana itu, untuk bisa kembali mendapatkan pekerjaannya. Pola pemikirannya mudah sekali ditebak."
Pengawal itu mengangguk-angguk.
"Dengan tingkat stress yang sudah tidak terkendali seperti itu, dia bisa mengancam nyawa banyak orang." Termasuk cewek yang dirampoknya. Termasuk juga Shania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Shani ✔
Fanfiction[COMPLETED] "Gre, she loves you" "Who?" "Kalva Shani Indira. Siapa lagi?" "So.... What? Rasa suka aku udah hilang semenjak aku tahu siapa Kakak yang sebenarnya" ### Menjadi pacar Shani mulanya membuat Gracia hanya merasa muak. Tidak sampai ia tahu j...