Part 8

14.2K 1.2K 81
                                    

Ia, yang mengaku kepada Gracia merupakan kakaknya Okta mengulurkan tangannya. "Nama gue Kalva Shani Indira." Begitu ia mengenalkan diri.

Gracia menjabat tangan itu.

"Oh, nama Kakak bagus. Biasanya Okta manggil apa?"

"Dia manggil nama depan gue."

Dengan perasaan tidak menentu, Gracia melepaskan tangan orang itu dan mulai bertanya lagi. "Oh, Kak Kalva gitu ya? Tapi, kalau aku manggilnya lain, gak apa-apa kan?"

"Mau manggil gue apa?"

"Kak Dira? Alva? Shani? Atau apa ya enaknya?" Pikir Gracia. Entah kenapa ia ingin memiliki panggilan special untuk dirinya pada orang yang baru dikenalnya itu. Panggilan yang berbeda dari Okta, sahabatnya. Gracia tersenyum kecil.

Orang itu masih menatapnya. "Yang ketiga aja, lumayan. Gue gak suka dipanggil Alva."

"Oh, aku manggilnya Kak Shani? Gitu? Hehe mirip nama kakakku."

Yang dipanggil Shani itu mengangguk mengiyakan. "Hm.."

Dalam hati Gracia, ia mencari cara supaya dia bisa mengambil topik pembicaraan yang pas, apa aja. Tapi gak ada, otaknya blank. Dia gak menemukan bahan pembicaraan apapun untuk dibicarakan. Duh, kenapa matanya yang tajam itu terus menatapnya, sih? Dia kan, bisa melemah gitu energi tubuhnya.

Gracia tahu dia lebay, tapi ini kok rasanya mau pingsan banget ya? Udah gitu, cewek itu natap dia, gak santai lagi! Serius banget, kayak lagi ngerjain PR fisika aja.

Waktu, bisakah ia membeku sekarang? Kok nagih ya, tatap-tatapan sama cewek secantik dia? Cuma pakai handuk lagi! Jadi pengen nerkam. Rawwwrrr.

Eh kok gue jadi liar begini? Batin Gracia.

"Ehm."

Suara deheman yang seksi itu pastinya bukan berasal dari suara cempreng 8 oktav miliknya. Tuh kan, cuman deheman aja udah bikin cewek SMA kayak dia makin terpesona. Emang gak adil banget, dikaruniai tingkat kecantikan diatas angka rata-rata kemiskinan di Indonesia.

Duh, gue malah jadi tambah ngawur gini, kata Gracia dalam hati.

"E-eh itu," Tunjuk Gracia pada handuk yang mau lepas di dada Shani.

Gracia menyiapkan matanya untuk tetap terbuka. Kalau bisa, tak melewatkan satu detik pun waktu yang akan terjadi. Melotot selebar-lebarnya. Ini namanya kesempatan langka. Bisa lihat cewek cantik plus seksi, setengah telanjang di depan matanya sendiri.

Gracia sudah mau ketawa kegirangan. Iya, dia memang lagi mesum-mesumnya karena sudah terlanjur suka pada kakak perempuan sahabat dekatnya sendiri.

'Yahhh.' Soraknya kecewa dalam hati. Gracia setengah meragu dengan langkah Shani yang mendekat kepadanya. Meletakkan telapak tangannya kepada kedua matanya. Menutup semua akses, tepat saat handuk itu telah benar-benar melorot, dan Shani cuma tinggal pakai pakaian dalam. Gracia memejamkan mata, menahan rasa deg-degan di jantungnya.

Rasanya, ia bisa mendengar dentuman hebat itu di telinganya.

"Hitung angka satu, sampai sepuluh. Jangan berani ngintip ya, nanti bintitan."

Gracia mengangguk, sambil tersenyum geli.

"Kenapa harus lama banget gitu? Kenapa gak sampai lima aja?"

"Nanti keburu kamu bisa liat."

"Emang kenapa? Kita kan sama-sama cewek... Oh ntar sawan ya, aku bisa liat."

Gracia mendengar tawa ringan perempuan itu. "Itu udah tau."

Cewek itu menghela nafas dalam-dalam, lalu perlahan membuangnya. Telapak tangan dingin itu masih menutupi kedua matanya. "Oke, satu."

Pacar Shani ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang