Part 42

10.3K 843 163
                                    

Dyo segera membopong tubuh Elaine yang sudah tak sadarkan diri dan membaringkannya di atas sofa. Dengan panik dan berkeringat ia menekan darah di pelipis Elaine. Tangannya jadi penuh dengan cairan merah. "Nad, jangan diem aja. Bantuin gue!" Bentak Dyo cemas tanpa menoleh kepada Nadse yang seolah terus mematung tidak tau harus berbuat apa.

Nadse mendekat, jari tangannya mendadak menggigil ketika melihat Elaine dengan luka parahnya. "G-gue harus a-apa?" Suaranya bergetar di belakang Dyo.

"Lo punya perban gak? Darahnya gak mau berhenti, anjir!" Serunya panik.

Nadse terdiam. Dyo menoleh ke belakang, "Nad, lo paham gak sih gue ngomong apa?" Dyo berdecak melihat Nadse versi penakut kembali datang, tatapan Nadse begitu kalut, seolah cewek itu tak sadar dengan keadaan dan berada di dunia lain yang ia ciptakan sendiri.

"Nad sadar Nad! Ini bukan saatnya buat lo ada di dunia lo sendiri!" Teriak Dyo kesal.

Nadse tersentak. Rasanya seperti ingin menangis saja untuk menanggapi pernyataan Dyo. Ia tidak siap menerima keadaan se-menakutkan ini. Ia tidak datang ke Bogor jauh-jauh hanya untuk melihat hal-hal yang mengagetkan. Terlalu mengagetkan hingga itu berdampak buruk bagi dirinya.

"Nad, ambil perban sebanyak yang lo punya. Bawa lilin itu buat nyari. Sekarang!" Tegas Dyo menekankan, sambil mengendikkan dagu ke arah lilin yang masih ada di bawah lukisan itu.

Dyo bersyukur Nadse segera bergerak, keadaan jadi gelap saat Nadse mulai bertindak sesuai apa yang ia katakan. Nadse berlari kearah kamar sambil membawa lilin itu.

Dengan degup yang gugup Dyo menunggu dalam kegelisahan. Ia mencoba menggerakkan tubuh Elaine atau menepuk-nepuk pipinya untuk membangunkan gadis itu. "Bangun woy! Lo jangan pingsan dulu. Elaine, lo denger gue gak sih? Lo harus dengerin gue, lo harus sadar! Astaga, gue bisa gila."

Kenapa situasi mengerikan ini bisa terjadi pada mereka?

Udara di luar pasti sedang dingin sekali, namun tubuh Dyo seolah terbakar oleh tekanan panas dari otak dan perasaannya yang sedang khawatir. Ketakutannya kian bertambah ketika ia sadar Elaine sudah terluka sebegini parah.

Kenapa situasi mengerikan ini bisa terjadi pada mereka? Dyo belum mengira jika ini adalah ulah Alva. Tidak sekalipun cetusan itu terlintas di kepalanya sekarang. Dyo berpikir semua ini terjadi karena kebetulan yang mendatangkan kesialan semata.

Nadse datang dengan perban yang di bawanya. "Taruh aja lilinnya di atas meja," Perintah Dyo. "Bantuin gue, angkat kepala Elaine."

Nadse mengangguk dan mendekat. Dyo sungguh bekerja keras melilit kepala Elaine dengan perban. Detik yang berganti seolah terasa begitu lama. Malam yang kan menjadi malam terpanjang dalam hidupnya. Adrenalin seperti ini belum pernah ia rasakan dan ini baru pertama kalinya. Sungguh sensasi yang menegangkan.

Dalam ketegangan itu Nadse justru seolah ingin mati saja daripada harus terlibat dalam situasi gila seperti ini. Tapi bagaimana caranya melarikan diri? Dia sudah terlanjur ada dalam cerita yang ia tak tahu bagaimana kelanjutannya.

Dyo telah selesai memberi perban yang tak begitu rapi pada kepala Elaine.

Hening yang mencekam dan deru nafas dua orang yang memburu.

"Gue minta maaf udah bentak-bentak lo tadi."

Nadse memejamkan matanya, membiarkan air matanya luruh dalam sekali kedip. "Gue takut banget," Nadse terisak sambil menutupi wajah dengan kedua tangan. "Gue gak pernah ada dalam situasi kayak gini sebelumnya. Maafin gue. Gue gak bisa mikir apa-apa tadi."

Dyo memandangnya dengan tatapan prihatin. "Gak papa gue ngerti. Gue juga gitu kok." Dyo menghela nafas berat. "Berhenti nangis Nad. Kita harus minta bantuan. Lukanya kelihatan parah. Gue aja ngilu liatnya. Kita harus bawa Elaine ke rumah sakit sekarang."

Pacar Shani ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang