Shani menghela nafas kasar begitu keluar dari sebuah bangunan besar bertingkat itu. Seseorang yang sedang dicarinya malah tak ada di tempatnya. Apakah ia sengaja kabur, atau pergi kemana Dyo sekarang? Mengapa yang ditemukannya malah dua orang asing yang membuka pintu apartemen? Pasangan paruh baya itu berkata apartemennya telah terjual kepada mereka pagi tadi. Lalu tinggal dimana Dyo sekarang?
Secepat itukah dia pindah? Padahal baru kemarin malam Shani ada di sana.
Aiihh, lalu kenapa ia tak ada harus pada momen dimana Shani sangat ingin menghajarnya?
Begitulah niat awal yang ingin dituntaskan. Mencari Dyo dan memberi satu dua pukulan di wajahnya. Itu semua Shani inginkan bukan tanpa alasan.
Tatapan tajam cewek itu tak pernah berhenti bahkan saat ia sudah berjalan di trotoar. Shani sengaja meninggalkan mobilnya dan memilih berjalan sambil mengulang semua kejadian seharian ini di kepalanya. Ada sebuah pub yang agak jauh dari sini dan itu tidak jadi masalah sama sekali. Ke sanalah Shani menuju.
Kebiasaan yang takkan pernah terlupakan adalah ia yang akan berjalan malam hanya jika pikirannya butuh penyegaran. Dengan langkah pelan tapi pasti, seperti saat ini.
Kakinya terus melangkah seiring tangannya meraih hoodie jaket di punggungnya dan menariknya untuk menutupi kepalanya yang sedang penuh ini. Penuh akan ingatan tentang respon Gracia pagi tadi sepulang kuliah. Saat Shani memasangkannya sabuk pengaman sesampainya mereka duduk di mobil.
Dalam diam Shani ingin bertanya, dengan ekspresi Gracia yang masih saja datar dan tak menunjukkan apapun itu. Namun mungkin karena Shani berpikir saat itu bukan waktu yang tepat, jadi ia bungkam. Bahkan selama perjalanan, keheningan terus menyelimuti. Shani terus melirik Gracia yang seperti biasanya, melihat keluar dari jendela. Memalingkan wajahnya dari pandangan Shani. Tapi, begitupun tetap bisa ia lihat ada air mata yang coba Gre sembunyikan darinya sekarang.
Shani bergerak gelisah di tempatnya. Ia tidak tahan dengan kesunyian ini. Apalagi dengan kesedihan Gracia di sampingnya. Ia tahu bagaimana perasaan Gre sekarang. Menyadari tentang sahabat yang mengkhianatinya dari belakang dan dengan semua kenyataan yang menghantam semua kepercayaan yang selama ini kokoh menjadi runtuh. Pasti menyakitkan saat ia dihadapkan dengan bukti yang Shani tunjukkan tadi. Semua kebenaran itu terungkap, bahkan tanpa Dyo sendiri menyadarinya. Dan itu jadi suatu keuntungan buat Shani.
Pagi tadi setelah kejadian awkward itu, Shani segera mengalihkan perhatian agar Dyo tak menyadari perbuatannya dan terus bersikap biasa. Begitupun, Shani juga berusaha agar Dyo tidak sadar dengan perubahan ekspresi di wajah Gracia yang sedang sangat kecewa.
Juga saat mereka ada di dalam mobil, Shani ingat bagaimana Gracia terus mencoba menyembunyikan kekecewaan yang dirasakannya dengan memalingkan muka. Tapi, Shani tau semuanya. Demi memecahkan keterdiaman yang sedari tadi terjadi, Shani pun membuka mulutnya.
"Kak,"
Tapi keduluan Gracia.
Shani menoleh, mencoba menyembunyikan rasa kagetnya melihat hidung dan mata Gre yang memerah. "Ya?" Namun hanya itu yang mampu keluar dari mulutnya, baginya Shani tak ingin membuat Gracia merasa tidak nyaman jika bertanya mengenai alasan mengapa ia sesedih itu.
"Sore ini kita gak jadi jalan yah." Gracia menunduk, menatap tangannya yang saling memilin satu sama lain. "Aku, masih speechless sama tadi. Aku butuh waktu buat mikir ulang." Dengan helaan nafas yang mengiringi, Gre berkata kalimat selanjutnya. "Aku pengen sendiri, untuk beberapa waktu."
Itu berarti, secara halus Gracia tak menginginkan adanya kehadiran Shani untuk sementara. Shani mengeratkan cengkraman tangannya di stir. Hal yang sering terjadi akhir-akhir ini kala perasaannya mulai terganggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Shani ✔
Fanfic[COMPLETED] "Gre, she loves you" "Who?" "Kalva Shani Indira. Siapa lagi?" "So.... What? Rasa suka aku udah hilang semenjak aku tahu siapa Kakak yang sebenarnya" ### Menjadi pacar Shani mulanya membuat Gracia hanya merasa muak. Tidak sampai ia tahu j...