Part 15

13.4K 1K 61
                                    


Masih flashback

Gracia menghela nafas panjang, menikmati saat-saat ia masih bisa bernafas. Ia memejamkan matanya sekali lagi, berbicara dalam hati.

'Apakah luka dapat menelan rasa sakit yang bertubi-tubi?

Apakah boleh aku terluka untuk dirinya?

Apakah itu tak apa-apa?

Apakah aku akan tetap baik-baik saja?'

Banyak tanya tak terjawab di dalam hatinya. Tapi, sudah tak ada waktu untuk menanti jawaban itu. Gracia mengangkat satu kakinya untuk melangkah. Menjulurkan kaki yang dapat dilihat dari arah apapun. 'Satu langkah lagi, Gre. Lo harus siap sama apapun konsekuensinya.'

Gracia sudah mau melangkah sekali lagi, tapi itu tidak terjadi. Gracia melotot. Tidak jika ada lengan panjang yang menangkup mulutnya dari belakang. Sosok itu membuat Gracia yang dibekap meronta, merasa semakin terancam. Dibawanya dirinya ke tempat yang sangat gelap itu. Gracia disandakan ke sebuah dinding. Apakah ini salah satu pengawal yang mengejarnya?

"Ssshhhhh diem, Gre. Ini gue." Gracia mendapat jawaban itu saat ia kembali membuka matanya dengan pelan dan waspada. "Ini gue, Shani." Mata Gracia mengerjap, diusapnya jantungnya yang sedari tadi memompa dengan cepat. Gracia sudah lumayan tenang sekarang. Setidaknya ia bersama Shani, meskipun itu dalam gelap, fobianya sudah dikesampingkan. Yang penting dia tidak sendiri, ada seseorang yang menemaninya.

Shani memeluk Gracia, mengusap rambut cewek yang tengah menangis di bahunya itu. Ada rasa bersalah dalam dirinya, karena dia kan, Gracia jadi ikut terseret dalam masalahnya.

Tap-tap-tap. Pengawal-pengawal itu telah pergi melewati Shani-Gracia tanpa tahu keberadaan mereka karena tempat yang begitu gelap ini.

"Bawa senter masing-masing. Semua tempat memang gelap. Bisa jadi mereka bersembunyi di sudut tempat sekitar sini."

Semua belum selesai. Gracia tidak bisa tenang dulu sekarang, apalagi saat ia melihat sorotan lampu yang dibawa oleh para pengawal kini yang sedang mencari dirinya di mana saja. Segelap apapun gang ini, kalau disorot senter juga pasti bakal ketahuan kan?

"SHIT, JEJAK ALVA JUGA MENGHILANG. CARI MEREKA DAN TEMUKAN MEREKA SAMPAI DAPAT. BOS SUDAH MARAH BESAR, KITA HARUS MENEMUKAN MEREKA BERDUA MALAM INI DENGAN CARA APAPUN SAMPAI KETEMU. KITA BAWA MEREKA PADA BOS, BAIK DALAM KEADAAN MATI, ATAU HIDUP-HIDUP, KALIAN MENGERTI?" Teriak salah satu dari mereka, yang sepertinya tengah menerima panggilan dari ponsel. "MENGERTI!" Jawab mereka secara kompak.

"Iya, Bos. Kami akan melaksanakan perintah anda secepatnya." Rendra mengangkat ponsel di telinganya. "Brengsek, pembunuh itu berhasil kabur dan cewek itu juga menghilang." Rendra membalikkan badan sambil mengusap darah di sudut bibirnya. "Ya, mereka harus menerima akibatnya telah berani macam-macam dengan Piccasso Group. Hukuman yang pantas."

Gracia seketika langsung menoleh kepada Shani. Ekspresi tegas cewek itu tidak pernah ia sangka dapat seserius ini. Shani melihatnya dengan tatapan datar yang melembut, tangannya mencoba mengusap darah di pipi Gracia, namun karena dia lupa jika tangannya sendiri itu berdarah, darahnya jadi semakin mencoreng pipi Gracia kemana-mana, Shani tersenyum kecil. Dilap-nya darah itu dengan baju dan tangan kanan-nya. "Maaf," Bisik Shani setelahnya. "Gimanapun caranya, gue bakal melindungi kamu. Jangan khawatir."

Gracia menggeleng, tangannya bergerak untuk mencengkram bajunya sendiri, lalu menyobeknya dengan sepenuh tenaga. Membuat perutnya jadi terlihat sampai pusar. Kaos putih yang Gracia sobek tadi, membuat Shani mengerutkan kening. Gracia menggenggam tangan Shani yang tadi digunakannya untuk menahan pisau itu, sayatannya memang dalam. Gracia membalut tangan itu dengan kencang. Mengusahakan darah itu tersumbat. Sedang Shani terus memandangnya selama Gracia melakukan itu. "Makasih, sudah mau terluka untuk menyelamatkanku." Kata Gracia tanpa memandangnya.

Pacar Shani ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang