Part 16

14.3K 1K 36
                                        

"Yaudah aku pergi."

Dengan segera Shani menahan lengan Gracia. "Gre, she loves you." Kata Shani, out of the blue.

"Who?" Tanya Gracia tidak mengerti.

"Kalva Shani Indira. Siapa lagi?"

Satu kalimat itu berhasil membuat Gracia bergeming. Andai saja tubuhnya tak lagi bersender pada kap mobil, sudah pasti ia telah limbung dan terjatuh. Memang terdengar lebay, tapi itu memang kenyataannya.

Meski detak jantung Gracia tidak bisa diajak kompromi, tapi setidaknya ia bersyukur. Ekspresi mukanya masih dapat dikondisikan. "So..... What? Rasa suka aku udah hilang, semenjak aku tahu siapa Kakak yang sebenarnya."

"Gak bisa gitu Gre, kamu harus mau jadi pacar gue."

"Kok maksa sih? Gak, gak mau."Gracia menyentakkan tangan Shani yang memegang lengannya.

Melihat perubahan ekspresi di wajah Shani membuat Gracia jadi merasa tidak enak. "Kak, dengerin yah. Aku memang berterima kasih tadi Kakak udah nyelametin aku dari semua penjahat itu. Tapi bukan berarti Kakak boleh melakukan apapun sesuka Kakak. Dengan Kakak yang udah mata-matai aku, bohongin aku, rusakin ponsel aku, masih berani Kakak maksa aku buat mau jadi pacar?"

Shani mengeraskan rahangnya. 'Lo bikin gue gak punya pilihan Gre.'

Ia memalingkan wajah sebelum berkata. "Terserah sih. Asal lo tahu aja, keputusan lo saat ini bakal berarti besar buat apa yang terjadi besok." Ancam cewek itu santai sambil mengambil pistol yang tadi terjatuh. Melihat wajah beku Gracia, Shani semakin mendekat untuk berbisik tegas. "Di pernikahannya Shania. Lo gak bakal mau bayangin apa yang akan terjadi nanti, kan?"

Ada tanda peringatan di kepala Gracia yang menyala secara tiba-tiba. Ini bahaya. Shani berani mengancamnya dengan akan mengacaukan pernikahan impian kakaknya? Ini gila, Gracia mulai meraba situasi. Shani mengetahui titik lemahnya. Ini tidak adil.

"Curang. Pengecut banget sih mainnya kayak anak kecil. Ngancem-ngancem segala." Sindirnya.

Wajah Shani menjadi semakin kaku. "Tapi lo gak punya pilihan."

Gracia benci mengakui Shani benar. Tapi ia tetap tidak akan mau mengalah begitu saja.

"Yang Kakak suka dari aku itu apa sih? Yang Kakak suka dari aku itu apa? Kok sampai sebegitu pengennya jadiin aku sebagai pacar?"

Malam itu dingin. Gracia mungkin tidak sadar, tapi Shani bahkan merasa bisa mendengar gemeletuk gigi Gracia yang saling beradu dari jarak dekat. Shani tak menjawab pertanyaan itu. Ia hanya mengambil jaket hitamnya dan segera memakaikannya di bahu Gracia yang terbuka. Gracia yang awalnya diam jadi mematung.

Dia sudah tak tahan lagi.

Daridulu ia selalu benci dengan orang yang berbohong dengan dirinya sendiri. Apapun alasannya. Meskipun itu demi kebaikan. Yang namanya bohong tetap aja bohong. Buat apa kita membual agar membuat kebohongan itu seolah punya alasan kuat untuk dibenarkan? Kebohongan apapun jika itu diucapkan tak sesuai dengan kenyataan, tetap saja judulnya bohong.

Memang benar, jujur sama perasaan diri sendiri itu kadang susah. Gracia akui itu.

Gadis itu sulit menelan ludah. Apa yang dilakukannya sekarang berbanding terbalik dengan prinsipnya selama ini. Gracia benci dirinya sendiri. Iya, dia masih suka sama Shani. Iya dia masih terpesona sama Shani. Iya dia masih naksir sama Shani. Sebisa apapun dia mengelak, dia gak bisa bohongin hati dia sendiri yang tetap aja terus bilang nama Shani, Shani, dan Shani.

Tapi alasan sebenarnya, dia tak mau terperangkap lebih jauh lagi sama sosok mematikan semacam Shani. Bersama Shani, Gracia tidak bisa membayangkan apa jadinya dirinya di masa depan. Dengan sikap Shani, Gracia tidak bisa menebak apa yang akan dilakukan Shani kepada dirinya. Apakah itu akan membuatnya bahagia atau terluka, atau malah semakin tersiksa?

Pacar Shani ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang