Part 33

11.5K 1K 169
                                    

Gracia tidak bisa berpikir jernih.

Ia sedang melamun sambil melihat keluar jendela selagi pulang siang ini kembali menuju Jakarta. Gracia menghela nafas lelah, kali ini karena meski sudah seribu kali ia mencoba menganggap semua ini masuk akal, Gre tetap tidak habis pikir dengan apa yang telah Shani perbuat.

Gracia menggeleng pelan sambil bersandar ke samping, ia mengeluh dalam hati. Tidak seharusnya Gre merasa biasa saja seperti ini, harusnya perasaan marah itu tidak mudah hilang. Harusnya Gre benci bukan,- bukan hanya benci tapi sangat benci sekali- kepada Shani. Tapi kenapa satu hal yang dirasakannya sekarang bukan hal itu?

Gre mengeluarkan nafas panjang dari mulutnya, menciptakan embun di jendela. Ini tidak menyenangkan. Perasaan ini mengganggu. Saat Gracia menggambar nama itu di tengah embun yang baru saja dibuatnya, jarinya berhenti bergerak di udara.

S-H-A-N-I

Tidak seharusnya ia malah merindukan Shani dengan sebegininya.

Ada apa dengan hatinya?

Apakah ini karena perasaan cinta buta itu?

Huh, ini tidak benar.

Shani telah mencelakai Dyo dengan sengaja, dan sekarang setelah Gracia tau, ia harus berbuat apa? Namun di sinilah ia saat ini, menyembunyikan semua itu. Berpura-pura tuli dengan kenyataan yang ada. Melindungi Shani dari kasus-kasus rumit yang mungkin akan menekan hidupnya. Gracia tahu perbuatannya salah. Dia bahkan tidak membiarkan Dyo dan Nenek tau, atau siapapun. Gre menutup mata seolah ia tak terlibat. Padahal ia-lah alasan apa yang ada di balik semua ini.

Sangat membuat stress.

Baiklah ia harus kuat. Setidaknya, dengan semua masalah itu, ia harus tetap menghadapi dunia.

Gracia kembali melanjutkan hidup. Takdir apapun yang terjadi tetap harus dijalani. Kita tidak bisa menghindari masalah, kita hanya bisa lari, tapi masalah itu akan terus mengejar kita. Jadi, buat apa menunda-nunda?

Keesokan harinya Gre terpaksa menghuni perpustakaan, tempat yang jarang sekali bersinggungan dengan satu kalimat pekerjaan dengannya selama ini. Jika Gre tidak mengenal tugas kuliah, dia tidak akan tau kalau perpustakaan juga pernah eksis dalam kehidupannya.

Poin pertama, Gre bukan orang yang rajin. Poin kedua, Gre bukan orang yang rajin. Poin ketiga, Gre bukan orang yang suka membaca. Poin keempat, itu sebabnya ia punya masalah dengan kepintaran dan kepekaan. Tapi, satu kelas yang ia tinggalkan kemarin meninggalkan tugas untuk dirinya, dimana dia yang harus bekerja keras sendiri untuk menyelesaikannya.

Perpustakaan terlalu tenang baginya. Itu sebabnya Gre tidak suka di sini. Keadaan yang terlalu hening, sangat membuat Gre sadar dia kesepian, dan bau kertas yang memenuhi udara, serta buku ada dimana-mana. Tapi, dia harus menemukan referensi. Maka di sinilah Gre sekarang.

Masalah yang ia punya harus diatasi satu-satu. Pertama, ia harus mengerjakan tugas ini karena mepet deadline. Meski Gre merasa tidak yakin dengan otaknya, apakah akan tetap dapat bekerja dengan semua masalah yang menumpuk dan menghambat di dalam sana? Ah, sudahlah. Tugas ini sangat sulit dan ia butuh dirinya untuk tetap fokus dan terjaga pada konsentrasi yang tinggi.

Sudah cukup rasanya Gre membodoh-bodohkan dirinya sendiri sejak kemarin. Ia harus berusaha menjadi pintar, jika memang tidak bisa, setidaknya ia harus berpura-pura cerdas seperti mahasiswi lainnya.

Gre menopangkan dagu dan kembali berusaha mengusir semua kebingungan yang dirasakannya. Ah, ini tidak berhasil. Tangan Gre menyangga kepala sambil mengeluh dalam hati. Rasanya ia ingin menyerah. Pikirannya tidak bisa bekerja.

Pacar Shani ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang