Part 39 ( Shuuya )

664 62 8
                                    

.
.
.

Terimakasih atas jawaban kalian di part tanya-tanya kemarin 😂.

Berkat itu inspirasi kembali lagi 😆

Tanpa memperpanjang mukodimah(?)

Next the story...

.
.
.

Dokter muda asal Jepang yang biasanya selalu menunjukan wajah tenang itu kini berubah menjadi gusar. Mendapati seorang Alvin yang sekarang berdiri didepan meja kerja bukan keinginannya untuk saat ini. Pandangan tajam syarat akan kemarahan itu sudah cukup membuktikan bila Alvin tengah menahan gejolak amarahnya.

"Shuuya! Sekali lagi gue tanya kenapa lo bisa tau semuanya tentang kami?," tutur Alvin tajam. Menuntut kebenaran dari Shuuya saat ini juga.

"....aku akan menceritakan semuanya, tapi sekarang kembalilah ke ruanganmu," jawab Shuuya. Iris Shuuya menangkap rembesan darah ditangan Alvin. Ahh, pasti lelaki itu melepas selang infusnya secara paksa.

"...Sekarang---"

"Maaf sebagai dokter aku tidak bisa mengizinkanmu datang ke ruangan ini dengan kondisi tangan seperti itu, aku akan menghubungi suster."

"Kenapa bukan kau saja yang mengobatinya," kesal Alvin. Shuuya menghela nafas lalu mengambil beberapa peralatan medis di ruangannya.

"....kau sepertinya tau semua dari Rian, tapi percayalah aku akan menjelaskannya nanti diruanganmu bersama yang lain," ucap Shuuya sembari menekan kalimat terakhirnya. Alvin menatap Shuuya sejenak, ia terus memperhatikan sampai darah dan bekas luka ditangannya selesai diobati.

Alvin mengusap wajah tampannya kasar, ia mengetahui hal besar tersebut dari Rian beberapa waktu yang lalu.

.
.
FLASHBACK

"......Mereka pasti akan bergerak sekarang."

Agni memberikan kursi pada Rion, gadis itu melirik ke Cakka lalu mengangguk. Cakka yang menerima kode dari Agni mengangguk mengerti lalu segera mengeluarkan ponselnya. Menghubungi pasangan Rify diluar sana untuk segera kembali keruang rawat Alvin. Cakka hanya nyengir mendengar umpatan Rio diujung sana.

Sepertinya Rio berang karena Cakka menganggu roman-roman dia dan Ify..

Uhum.

"Bergerak? Maksudmu sekolah itu?," tanya Gabriel penasaran. Rion hanya mengangguk sebentar. Alvin menatap anak smp dihadapannya lekat.

"Dari mana kau tau Rian? Setauku kemarin kau hanya mengetahui sekolah itu penyebab kakakmu meninggal. Apa kau mendapat sesuatu yang menjelaskan semuanya?," tanya Alvin. Rian membulatkan matanya, menatap takjub pada sosok Alvin yang mengetahui semuanya hanya dari gerak-gerik dan ucapannya. Sementara yang lain berani bersumpah bila si sipit yang irit bicara itu baru kali ini bicara panjang kali lebar kali tinggi seperti itu.

Yakali dikira rumus(?).

Rian mengeluarkan sesuatu dari tasnya lalu menyerahkannya ke Alvin. Alvin mengambil lalu memperhatikannya, sebuah buku berlapis sampul putih yang sedikit kusam. Ada sedikit corak bunga dipinggiran buku itu. Membuktikan betapa feminimnya pemilik buku ini.

"Pertama Rian kira itu hanya buku biasa, sampai 3 hari yang lalu ada teman kakak yang datang kerumah dan menemukan buku itu."

Alvin mengernyit bingung, ia tidak pernah memberitaukan alamat pak Cipto pada teman-temannya. Tatapannya teralih pada Ray dan Oik, diantara mereka semua memang pasangan itu yang jago mencari informasi sekecil apapun. Melihat tatapan dingin itu sontak Ray dan Oik menggeleng dengan cepat.

WARNA-WARNI KEHIDUPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang