"Ternyata gue salah, ya nilai lo? Gue kira lo beda sama cowok yang pernah gue kenal. Tapi ternyata sama aja, malah lebih bangsat!" sentak gadis berseragam sekolah dengan sinis.
Tapi lelaki yang berada di depannya hanya diam menatap gadis yang sedaritadi mengeluarkan unek-uneknya.
"Lo anggap gue apa, sih, ha? Lo anggap gue apa?" gadis itu masih tetap saja mengeluarkan kata-kata dengan nada tinggi, emosinya sudah tak terkendali sekarang.
"Seharusnya gue nggak usah percaya sama kata-kata lo tentang pertemuan itu," gadis itu memang kuat,saat seperti ini pun dia tidak bisa menitikan air matanya.
"Pertemuan itu bukan awal perpisahan, jika memang kita dipisahkan oleh seseorang, mungkin orang itu bukan yang terbaik buat kita atau sebaliknya, kita bukan yang terbaik untuk orang itu."
Gadis itu tertawa sinis lalu menarik nafasnya dalam untuk menetralkan emosi, kemudian melanjutkan ucapannya, "seharusnya kita bisa mengambil pelajaran dari perpisahan, bahwa kita harus bisa menghadapi ujian hidup ini untuk kehilangan orang yang berharga untuk kita, kehilangan itu hal yang wajar ini kehidupan, kehidupan di bumi.
Menarik nafasnya lagi dan menahan tangisan. "Kehidupan yang penuh ujian, bukan pertemuan atau takdir yang salah. Tidak ada yang salah atas pertemuan ataupun perpisahan, itu semua hanya cobaan hanya ujian untuk membuat kita pribadi yang lebih baik. Jadi jangan pernah benci pertemuan lagi."
" Tapi kata kata lo itu ternyata bullshit," geram gadis itu, ia masih ingat kata-kata yang diucapkan oleh pria yang amat ia sayangi.
"Harusnya gue nggak usah dengerin kata-kata lo, memang bukan pertemuan atau takdir yang membuat kita seperti ini, melainkan diri gue sendiri, diri gue yang terlalu bodoh karena bisa mempercayai perkataan dan wajah iblis lo yang disamarkan menjadi malaikat."
Gadis itu masih berbicara sendiri, sedangkan pria yang dia ajak biacara masih saja diam entah apa yang dipikirkan.
"Harusnya gue nggak jatuh cinta sama lo, jika saja jatuh cinta bisa memilih orang, gue pastiin gue nggak akan pernah jatuh cinta sama cowo bangsat di depan gue."
Setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, gadis itu berbalik arah mengambil tas merah maroon yang sengaja ia letakkan di atas rumput hijau lapangan upacara, ia berjalan meninggalkan lelaki yang masih diam mematung.
Lantas lelaki itu melakukan hal sama seperti apa yang dilakukan oleh gadis beberapa detik yang lalu. Berbalik arah dan melangkah menjauh.
Langkah kita saja berbeda, saling berjalan berlawanan arah, saling menjauh. Lalu apakah kisah kita bisa membuat cerita seperti bebrapa waktu lalu? Jujur aku rindu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Meet (COMPLETED)
Teen FictionPertemuan bukan awal dari perpisahan, namun kamu saja yang belum mengikhlaskan perpisahan itu. Jangan salahkan pertemuan jika kau kehilangan, karna pertemuan dan perpisahan adalah sebuah takdir, lantas jangan melawan takdir karena sejatinya takdir...