"Enak ya pulangnya sore menjelang malam kaya gini setiap hari," ujar Surya sambil bersenderan di dinding depan perpustakaan.
"Enak buyut lo, sekolah seharian dan masih dikasih tugas satu gunung lo bilang enak," serobot Mentari sambil menampar pipi putih Surya dengan pelan.
Memang, mereka kini sudah pulang sekolah, ya harusnya sudah dari tadi, tapi karena si sialan pelajaran tambahan, mereka jadi baru pulang jam 17.15. Sangat sore. Sebelum pulang, tadi Mentari mampir dulu di perpustakaan katanya mau pinjam novel yang baru datang minggu kemarin dan besok baru saja akan dipinjamkan. Tapi bukan Mentari namanya jika tidak mau menang sendiri, pembukaan peminjaman akan diadakan besok pagi mulai pukul 07.00, tapi dia sudah menyerobot dahulu. Seusai meminjam hasil bujukan serta rayuan gombal Mentari pada mbak Rina, akhirnya gadis setengah waras itu diberi izin meminjam satu buku dan harus dikembalikan setelah 3 hari meminjam, tapi yang namanya gadis gila ya tetap ngotot. Ia mau meminjam 3 buku sekaligus dan berjanji akan mengembalikan bukunya 2 hari setelah meminjam. Berkat pertolongan Surya yang merayu mbak Rina akhirnya diizinkan juga. Dasar pasangan gila.
Mereka berdua sedang duduk di kursi depan perpustakaan dan memandang lurus tepat di lapangan berumput hijau yang sudah dipotong rapi. Sangat asri sekali jika dilihat sore hari seperti ini. Apalagi langit senja sebagai atap lapangan hijau ini, memanjakan mata.
"Sur, rambut lo kok lebat banget sih," celoteh Mentari sambil mengusap lembut rambut hitam Surya.
"Rambut yang mana nih," jawab sang pemilik rambut sambil tersenyum jahadddd. Sumpah ya, Mentari kok bisa dapet pacar yang mesum+gila kaya gini. Ups, Mentari kan juga gila ya? Nggak heran jadinya.
"Rambut ini, lo pikir rambut mana?" teriak Mentari sambil memukuli bahu Surya yang sudah meringis kesakitan.
"Buset, sakit woy. Jadi cewek bar-bar amat," teriak Surya tak kalah keras.
Mentari masih saya memukuli bahu sang pacar, tapi berhenti ketika melihat ke arah betis Surya yang terlihat karena celana yang sedikit ke atas dan kaos kaki yang hanya sebatas mata kaki. Ide jail muncul di otak cewek gila ini. Mentari segera menurunkan tangannya dan sedetik kemudian ia mencabut satu helai rambut kaki milik Surya.
"WOOOAAAA," teriak sang pemilik kaki sambil memelototkan matanya bak ingin keluar dari tempatnya. Sedangkan sang tersangka malah tertawa girang sambil lompat lompat tidak jelas di depan seseorang yang tengah kesakitan. Yang dicabut satu tapi sakitnya minta ampun. (Ini author juga pernah merasakan ya seperti ini. Biarpun saya cewek bulu kaki saya panjangnya ngalahin kakinya cowok cowok.)
"Tega amat lo sama pacar, Tar," protes Surya sambil mengerucutkan bibirnya, jika saja Mentari membawa karet kuncir sekarang, pasti tuh bibir bisa dikucir kepang kaya rambutnya anak TK.
"Sakit ya, Pak?" goda Mentari yang masih asik ngakak di atas kesakitan orang lain.
"Sakit-sakit. Ya sakit lah," ketus Surya yang langsung berjalan meninggalkan Mentari yang melongo melihat sikap marah pacarnya.
Seketika Mentari menghentikan aktifitas tertawanya dan berjalan mengejar Surya, "yaelah, mas. Jangan ngambek dong,"
"Bodo amat," jawab Surya yang masih berjalan lurus.
"Amat tuh nggak bodo, Sur. Jangan kaya gitu dong, nanti si Amat ngambek lo katain bodo," protes Mentari yang sangat unfaedah.
"Pinter amat," ralat Surya mematuhi perintah sang kekasih.
"Kata siapa Amat pinter, orang pas kemarin ulangan Olahraga aja dia dapet nilai 20 padahal dia sendiri yang buat soal," cerocos Mentari yang tidak ada bobotnya sama sekali. Mana ada ulangan Olahraga soalnya buat sendiri. Sedang kesurupankah ini anak?
KAMU SEDANG MEMBACA
About Meet (COMPLETED)
Novela JuvenilPertemuan bukan awal dari perpisahan, namun kamu saja yang belum mengikhlaskan perpisahan itu. Jangan salahkan pertemuan jika kau kehilangan, karna pertemuan dan perpisahan adalah sebuah takdir, lantas jangan melawan takdir karena sejatinya takdir...