33. Malaria

201 8 1
                                    

Siang ini Mentari sedang duduk sambil mengantuk di tempat duduknya. Istirahat kedua sedang berlangsung, setelah solat dzuhur tadi Mentari memutuskan untuk di kelas saja bersama teman-temannya dari pada harus ke kantin lagi, lagi pula perutnya masih kenyang dengan diisi oleh satu bungkus roti saat istirahat pertama tadi, Mentari tidak seperti Surya, ya? Yang harus makan satu rantang dulu baru kenyang.

Ia mengecek ponselnya, tak ada notifikasi dari Surya. Sampai hari ini Surya belum berangkat sekolah, ia dilarang keras oleh maminya sehingga Mentari tidak ada teman berantem di kelas.

"Tar, galau mulu. Pacar lo lagi tidur di rumah, nggak usah khawatir gitu. Pasti tuh bocah lagi kesenengen tidur ditemani makanan enak satu keranjang," oceh Viona yang kini berada di depannya bersama Raina.

"Gue nggak sedang menggalaui dia!" tandas Mentari dengan tangan memukul meja.

"Sa ae dong! Tidur aja tidur. Mata lo udah kaya mata mbok-mbok panda menyusui," ledek Raina dilanjutkan dengan tawanya.

"Yee, kan dia kalo malam emang nyusuin 45 anak panda dari Surya itu," tambah Viona yang membuat Mentari semakin jengah.

"Udah deh ya kalian nggak usah ledekin gue kaya gitu. Kantung mata gue nggak akan pernah bisa jadi hitam walaupun nggak tidur selama setahun dan nangis sampe satu ember," oceh Mentari membela diri, benar saja kantung matanya kan terbuat dari baja dilapisi alumunium jadi, walaupun nangis pun tak akan menghitam, itulah kelebihan Mentari. Tidak akan pernah ketahuan jika dia habis menangis.

"Gue mau pipis nih, anter yuk, Tar," pinta Viona sambil berekspresi sangad jelek.

"Ogah, mager gue. Sama Raina aja sono!" tolak Mentari acuh.

"Yee, sa ae dong! Anter ayo, Rai!" ajak Viona. Kemudian mereka berdua berjalan meninggalkan kelas meninggalkan Mentari sendirian. Tapi tak lama gadis seragam sama dengannya berjalan menghentak-hentakkan kakinya sambil bersenandung ria dengan jus alpukat satu cup di tangan kanannya.

"Na na na na nanananana, na na na na na na nana, na na na nanananananana ooooooo it's love shot," teriak Bella sambil melompat-lompat.

"Buset, woy. Berisik!" keluh Mentari sambil menutup kedua telinganya.

"Yeee iri aja lo pantat dugong!" balas Bella dan menyeruput jus alpukat di tangannya.

"Pantat dugong-pantat dugong. Titisan ibu peri nih," ucapnya sambil membanggakan diri.

Bella yang mendengarnya pun bergidik ngeri. Apa-apaan titisan ibu peri? Mimi peri baru bener, tuh.

"Ibu peri? Mimi peri maksud lo? Emang lo 11 12 sama mimi peri," ledek Bella dan tertawa sepuas-puasnya.

"Yee iri aja lo. Bagi jusnya dong. Kering nih tenggorokan gue,"

"Yee, mau minta aja jelek-jelekin suara gue dulu," rajuk Bella," nih, abisin aja. Ogah gue satu sedotan sama makhluk setengah serigala macam lo," ucap Bella dan memberikan jus alpukat yang tinggal separuh cup itu.

Mentari mengernyitkan dahinya melihat kesewotan Bella, "idih, manusia setengah serigala gini juga kalau gue keterima beasiswa di Jerman lo bakal mewek-mewek," ledek Mentari, sedangkan Bella merubah raut wajahnya.

"Udah deh, Tar. Nggak usah bahas kuliah lo di luar negeri. Masih lama," sentak Bella. Jujur Bella malas jika Mentari membahas tentang kuliahnya, dia malas jika membahas tentang perpisahan. Ia tidak ingin berpisah dengan sahabat-sahabatnya terutama Mentari, Mentari adalah sahabat yang paling ia sayangi dibanding dengan Viona dan Raina. Entah mengapa Bella menganggap Mentari seperti kakaknya, sedangkan Mentari malah menganggap Viona sebagai adiknya. Menurut Bella, Mentari yang paling dewasa ia bisa menasehati dengan bahasa yang kasar tapi bisa memberi efek jera pada Bella. Bella tak mau berpisah dengan Mentari, sekalipun ini demi cita-citanya.

About Meet (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang