I'm gonna swing from the chandelier, from the chandelier
I'm gonna live like tomorrow doesn't exist
Like it doesn't existLantunan lagu milik Sia berjudul Chandelier melantun keras di kamar Mentari melalui speaker yang disambungkan dengan bluetooth ponselnya. Gadis itu sedang meringkuk di ranjang sambil membaca novel terbaru yang baru ia beli kemarin sore setelah jalan-jalan bersama Surya. Sore ini kamarnya sudah selesai dibersihkan, sudah rapi dan bersih. Tatanan ruangannya masih sama seperti sebelum ditinggalkan. Hiasan-hiasan kembali tertempel foto polaroid semasa SMA juga masih ada kecuali fotonya bersama Bima, tidak lucu kan kalau tiba-tiba Melody datang dan menemukan foto yang berisi tantenya sedang foto bersama dengan ayahnya? Foto Surya bersama dengannya juga terpajang, boneka Pan-Pan sudah ia keluarkan dari kardus dan ia tata rapi di karpet pojok kamar. Suasananya persis kamar masa SMA dulu yang menjadikan gadis itu masih merasa remaja walaupun umur sudah dewasa.
"Tante Tar, buka pintunya," teriak Melody dari balik pintu kamar dengan suara nyaring yang membuat sang tante langsung beranjak dari tidurannya dan membukakan pintu untuk bocah seupil itu.
"Iya, sayang. Sebentar."
Pintu terbuka memperlihatkan gadis kecil dengan kucir dua yang Mentari tebak hasil tangan dari ayahnya karena sama sekali tak rapi.
"Hei, ada apa sayang? Ini siapa yang buat kucir?" tanya Mentari langsung jongkok menyamakan tinggi ponakannya dan memegang kucir dua yang sama sekali tidak rapi itu.
"Papa, tadi Mama lagi mandi jadi Papa yang bantuin Melody ganti baju sama kuncirin rambut. Bagus kan kuciran Papa Bima?" cerocos mulut kecil dengan suara cempreng membuat Mentari terkikik.
"Iya, bagus. Ayo ke dalem. Tante bacain dongeng putri yang merindukan pangeran," ajak sang tante sambil menggendong Melody.
Melody menggeleng, "enggak mau, Melody gak suka dongeng, dongeng itu buat anak kecil, Melody kan udah gede."
Mentari tertawa mendengar jawaban polos dari bocah itu, "kalo udah gede kok tidurnya masih sama Mama Papa. Kalo udah gede tidur sendiri dong."
"Ihh, Melody itu takut kalo ada hantu serem. Jadi Melody mau tidur bertiga," celotehnya masih dengan suara cempreng.
"Melody mau punya adek bayi nggak?" tanya Mentari mengiming-imingi.
"Dedek bayi?" girang si kecil dengan mata berbinar dan sang tante mengangguk, "mau dong, Tan. Dedek bayi kan imut."
"Makanya Melody harus bobok sendiri, kalo Melody tidurnya sama Mama Papa nanti dedek bayinya nggak jadi-jadi."
"Gitu ya, Tan?"
Ekhem-ekhem.
"Tar, jangan ajari anakku yang aneh-aneh." suara Bima membuat keduanya menoleh ke arah pintu dan terdapat lelaki dewasa yang sedang berdecak sedangkan Mentari hanya nyengir tanpa dosa.
"Eh, Bima," cengir Mentari.
"Jangan ajarin Melody aneh-aneh, Tan. Nanti dia dewasa sebelum waktunya."
"Enggak apa-apa. Dewasa itu perlu," bela Mentari tak berdosa.
"Kamu tuh ya dibilangin juga. Sini Melody sama Papa. Tante Tar mau ada urusan sam Mama," ajak Bima dan mengambil alih Melody dari gendongannya.
Dan akhirnya bapak beserta anak itu hilang karena memasuki kamar dan dari balik pintu muncul wanita dewasa dengan handuk kimono ala orang selesai mandi dan anehnya ia membawa dres putih di tangannya.
"Kak Tar, nanti malem ada acara makan malam bersama. Papa juga ikut dia dikasih ijin buat keluar, jadi Kakak ikut ya?" ajak Bintang.
"Makan malem acara apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
About Meet (COMPLETED)
Подростковая литератураPertemuan bukan awal dari perpisahan, namun kamu saja yang belum mengikhlaskan perpisahan itu. Jangan salahkan pertemuan jika kau kehilangan, karna pertemuan dan perpisahan adalah sebuah takdir, lantas jangan melawan takdir karena sejatinya takdir...