42. Alun-Alun Kota

192 9 2
                                    

Ujian praktek telah berakhir tapi penderitaan belum sepenuhnya berakhir, minggu depan sudah diadakan simulasi lagi dan dilanjut ujian sekolah 2 minggu non stop. Setelah pulang sekolah untuk menyelesaikan ujian prakteknya tadi Surya dan Mentari memutuskan untuk berjalan-jalan sekedar menenangkan pikiran katanya. Motor hijau itu membelah jalanan kota di sore ini, Surya sengaja membawa Maulida karena Adera diistirahatkan karena dua hari yang lalu dibawa balapan. Motor hijau itu menepi ketika sudah sampai di sebuah tempat umum yang ramai, Alun-Alun Kota namanya. Mentari melepas helm berwajah panda itu dan memberikannya kepada Surya, tadinya dia tidak mau memakai helm karena berat, dasar Mentari!

"Sur, lo kok udah nggak hubungan sama Malaria lagi kayanya?" tanya Mentari sambil merapikan rambutnya di depan motor Surya.

Surya tersenyum sambil merapikan rambut juga. "Nanti kalo gue berhubungan lagi sama dia lo cemburu," ledek Surya dengan senyuman menggoda.

Mentari mencibirkan bibirnya dan berdecak, "salah siapa pentingin mantan dari pada pacar!" kesal Mentari yang sudah berbalik badan dan ingin berjalan menuju alun-alun.

Surya turu dari motor dan langsung mengejar kekasihnya dan merangkulnya mesra, "tuh, kan. Marah lagi," ledek Surya sambil mengacak rambut gadisnya.

"Habisnya sih lo malah ninggalin gue malem itu!" gerutunya yang masih kesal.

"Yaudah, maaf ya maaf. Bintang kok kaya sakti ya, habis ngguling dari tangga udah sembuh aja," celetuk Surya mengalihkan pembicaraan.

"Dia cuma pingsan doang. Mama yang panik, orang gue balik aja dia udah di ruang tengah sambil nyemil nasi," jawabnya kesal mengingat kejadian beberapa hari lalu.

Surya tertawa melihat Mentari mengerucutkan bibirnya, "udah, bibir jangan dimaju-majuin goda iman mau nyium tau nggak?" goda Surya sambil tertawa dan mendekati wajah Mentari.

Mentari geram sendiri melihat tinggah pacarnya itu, "omesss," teriaknya sambil menjitak dahi Surya dengan sekuat tenaga.

Cowok itu merimtih kesakitan, "bar-bar!" makinya kesal tetapi hanya dijuliri lidah oleh Mentari.

"Ke sana, yuk!" ajaknya sambil menggandeng tangan Mentari dan membawanya berjalan berdampingan menuju penjual gulali.

"Mau yang warna apa?" tanya Surya setelah sampai di penjual gulali itu.

Mentari tampak berfikir lalu dia menjunjuk gulali berwarna putih, "karna putih adalah warna yang tak berwarna," katanya sambil tertawa.

"Nggak usah sok puitis, Tar! Nanti gue tanya maksud kata-kata lo barusan nggak bisa jawab lo," ledek Surya dan Mentari hanya nyengir.

"Bang yang putih satu, tapi saya mau yang barusan dibuat!" pinta Surya kepada penjual.

"Lo nggak mau?" tanya Mentari.

"Gigi gue bolong," singkat Surya sambil tertawa.

"Jorok sih lo nggak pernah sikat gigi."

"Eeee ngenyek kowe."(ngledek lo) cibir Surya dengan bahasa jawa yang tak diketahui Mentari artinya.

"Nggak usah sok jawa, gue nggak tau artinya," gerutu Mentari sambil menerima gulali putih itu dan berjalan menjauh dari Surya.

Mereka memilih duduk di kursi terotoar alun-alun sambil mengamati kendaraan yang berlalu-lalang di depan mereka.

"Sur, lo tau,kan hubungan gue dengan keluarga gue?" tanya Mentari membuka pembicaraan.

"Iya, kenapa? Lo harus kuat, Tar! Suatu saat pasti bakal kembali seperti semula." Surya berusaha menenangkan kekasihnya dengan menepuk pundak Mentari.

About Meet (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang